Rabu, 20 Agustus 2014

LANDASAN DALAM PENGEMBANGAN MULOK



A.      PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Sesuai dengan SK Mendikbud No.0412/21/1987 (Depdikbud, 1988) tentang penerapan muatan lokal kurikulum sekolah dasar, muatan lokal di artikan sebagai program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitknan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu di ajarkan kepada siswa.          
Kegiatan belajar mengajar yang bermuatan lokal harus mencakup baik isi maupun media penyampaiannya. Misalnya, pada daerah tertentu dianggap perlu melestarikan pakaian tradisional daerah sedangkan dalam kurikulum terdapat pokok bahasan mengenai kebutuhan pakaian. Untuk maksud tersebut dalam mengajarkan subpokok bahasan kebutuhan pakaian, selain fungsi dan jenis pakaian secara nasional, guru juga membahas tentang pakaian yang mencakup tentang arti dari bagian-bagian penting dari pakaian adat, cara memakainya, dan kapan serta di mana pakaian adat itu pantas digunakan, baik di masa kini maupun di masa lalu. Guru juga perlu mengajak murid untuk menemutunjukkan apa perbedaan pakaian adat masa lalu dan masa kini serta persamaan dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Cara penyajian yang sederhana dapat menggunakan gambar-gambar yang melukiskan penggunaan pakaian adat masa lalu dan masa kini. Dengan cara demikian, maka isi dan media penyampaian dapat menunjang tercapainya tujuan muatan lokal yaitu antara lain murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya dan murid dapat menjadi lebih akrab dengan lingkungannya dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.
Lingkungan alam adalah Lingkungan hidup dan tidak hidup yang mencakup komponen binatang dan tanaman beserta tempat tinggalnya dan hubungan timbal balik antar komponen tersebut. Jadi, dalam lingkungan alam terdapat ekosistem kolam, tambak, sungai, hutan, tanah kebun, lapangan rumput, sawah, keindahan alam, beserta isinya. Secara geografis lingkungan alam ini dapat dibagi menjadi lingkungan pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan/gunung dengan ekosistem yang terdapat di dalamnya.
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang mencakup hubungan timbal balik (interaksi) antara manusia satu dengan lainnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Contoh-contoh lingkungan sosial adalah interaksi antarmanusia yang terdapat dalam lingkungan sekolah. lingkungan kelurahan/desa, RT atau RW, dan lembaga-lembaga formal seperti: Koperasi Unit Desa, Puskesmas, dan Posyandu, serta lembaga-lembaga informal seperti: Subak di Bali dan sejenisnya.
Lingkungan budaya adalah lingkungan yang mencakup segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di suatu daerah tertentu. Termasuk di dalamnya adalah kepercayaan, kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan yang umumnya tidak tertulis (misalnya, tata krama dan tata cara pergaulan dengan orang tua sendiri atau orang lain yang usianya lebih tua, pergaulan dengan teman sebaya dan tetangga), nilai-nilai, serta penampiIan yang menyatakan perasaan, yang antara lain terdapat dalam upacara adat/tradisional, bahasa daerah (aksara, tutur kata, dan rasa bahasa daerah), dan kesenian daerah (termasuk tari-tarian daerah).
Keterpaduan antara lingkungan alam, sosial dan budaya pada hakikatnya membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri tertentu yang disebut pola kehidupan. Jadi pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi antar anggota masyarakat berkenaan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Interaksi antar anggota masyarakat itu meliputi interaksi antar individu, antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, baik formal maupun informal.
Dalam kenyataannya pola kehidupan satu masyarakat dapat berbeda dengan masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan alamnyadan sejarah perkembangan kebudayaannya. Kebudayaansuatu masyarakat antara lain mencakup gagasan, keyakinan, pengetahuan, aturan dan nilai, dan perlambang (simbol-simbol) yang digunakan untuk menanggapi lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran bermuatan lokal yang mengacu pada pola kehidupan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung mengembang kanwawasan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya (Mohd. Ansyar & Nurtain, 1992/1993).

B.       LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Landasan Pengembangan  Kurikulum Muatan Lokal memiliki empat macam landasan,yaitu (1) Landasan ideal, (2) Landasan hukum, (3) Landasan teoritik, (4) Landasan demografik.
1.      Landasan Ideal
Landasan ideal pengembangan kurikulum muatan lokal adalah falsafah Pancasila.
2.      Landasan hukum
Landasan hukum pengembangan muatan lokal, antara lain :  (1) UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, (2) UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (3) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (4) Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, (4) Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, (5) Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas  No. 22 dan 23/2006, (6) Permendiknas No. 41 Thn 2007 tentang Standar Proses, (7) Permendiknas No. 24 Thn 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, (8) Permendiknas No. 19 Thn 2007 tentang Standar Pengelolaan, (9) Permendiknas No. 20 Thn 2007 Standar Penilaian Pendidikan.
3.      Landasan teoritik muatan lokal
Landasan teoritik muatan lokal, antara lain adalah sebagai berikut  :
a.       Tingkat kemampuan berpikir peseta didik mengharuskan kita menyajikan bahan kajian yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dari tingkatan konkret sampai dengan tingkatan abstrak. Pengembangan kemampuan berpikir ini ditunjang antara lain oleh teori belajar dari Ausubel (1969) dan konsep asimilasi dari Jean Piaget (1972) yang pada intinya menyatakan bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh murid. Penerimaan gagasan baru dengan bantuan gagasan/pengetahuan yang telah ada ini sebenarnya telah dikemukakan oleh Johan Friedrich Herbart yang dikenal dengan istilah apersepsi.
b.      Pada dasarnya anak-anak usia sekolah memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar tentang segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Karena itu, mereka selalu akan gembira bila dilibatkan secara mental, fisik dan sosialnya dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila diberikan kesempatan untuk menjelajahi lingkungan sekitarnyayangpenuh dengan sumber belajar. Dengan menciptakan situasi belajar, bahan kajian dan cara belajar mengajar yang menantang dan menyenangkan maka aspek kejiwaan mereka yang berada dalam proses pertumbuhan akan dapat ditumbuhkembangkan dengan baik.
4.      Landasan Demografik
Keindahan bangsa dan negara Indonesia terletak pada keanekaragaman pola kehidupan dari beratus-ratus suku bangsa yang tersebar di berpuluh-puluh ribu pulau dari Sabang sampai dengan Merauke. Kekaguman terhadap bangsa dan negara Indonesia telah dinyatakan oleh hampir seluruh bangsa di dunia, karena keanekaragaman tersebut dapat dipersatukan oleh falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Keanekaragaman tersebut bukan saja ada pada bidang budayanya saja, tetapi juga pada keadaan alam, fauna dan floranya serta kehidupan sosialnya. Semuanya itu merupakan dasar yang sangat penting dalam mengembangkan muatan lokal.
Selain landasan-landasan pemikiran tersebut di atas, pengembangan muatan lokal juga didorong oleh kenyataan yang menunjukkan bahwa banyak murid Sekolah Dasar terpaksa hams meninggalkan bangku sekolah yang antara lain disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi orang tua murid, kurang sesuainya kurikulum sekolah dengan kebutuhan murid.
Salah satu faktor penyebab urbanisasi adalah karena pendidikan belum dapat memberikan kemampuan kepada murid untuk mengenal dan memanfaatkan keadaan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang ada di sekitarnya untuk mengembangkan pribadinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di daerah tempat asalnya. Mengingat berbagai sebab tersebut di atas, maka tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diharapkan dapat dicapai melalui gagasan dan penerapan muatan lokal di sekolah.

C.      PROSEDUR PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Dengan mengadaptasi pendapat E. Mulyasa (2009), pengembangan kurikulum muatan lokal di setiap daerah/wilayah pada dasarnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan tiap Propinsi, Kepala Dinas Pendidikan tiap kota/kabupaten, dengan prosedur sebagai berikut.
1.      Pengembangan kurikulum muatan lokal di tingkat propinsi:
Langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat propinsi adalah sebagai berikut.
a.       Mengkaji kelengkapan mata pelajaran muatan lokal yang diusulkan oleh setiap kota/kabupaten dan kecamatan.
b.      Menentukan mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di wilayah yang bersangkutan, berdasarkan usulan dari tiap-tiap kabupaten/kota dengan berbagai pertimbangan dari tim pengembang kurikulum (TPK) muatan lokal tingkat propinsi.
c.       Memberlakukan kurikulum muatan lokal sesuai dengan butir b) melalui surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi. Dalam keputusan tersebut diberikan keluwesan kepada masing-masing sekolah untuk memilih mata pelajaran muatan lokal yang telah ditetapkan, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. Disamping itu, pada propinsi tertentu ada mata pelajaran muatan lokal yang wajib dilaksanakan oleh setiap sekolah. Hal tersebut terutama berkaitan dengan bahasa daerah, dan bahasa asing di daerah wisata (misalnya di Bali, bisa diwajibkan muatan lokal Bahasa Inggris).
2.      Pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat kota/kabupaten
Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat kota dan kabupaten adalah sebagai berikut.
a.       Mengkaji kelayakan usulan mata pelajaran muatan lokal dari setiap kecamatan.
b.      Menentukan mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di kota/kabupaten, berdasarkan usulan dari setiap kecamatan, dengan berbagai pertimbangan dari tim pengembangkurikulum (TPK) muatan lokal tingkat kota/kabupaten, untuk diusulkan ke Dinas Pendidikan Propinsi.
c.       Memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang telah ditetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk SD dan SMP.
Dalam pelaksanaannya, disamping mata pelajaran muatan lokal wajib, setiap sekolah diberikan keluwesan untuk memilih dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing.
3.      Pengembangan Kurikulum muatan lokal di tingkat kecamatan
Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat kecamatan adalah sebagai berikut.
a.       Mengusulkan jenis-jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/kabupaten berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
b.      Memilih mata pelajaran muatan lokal yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten, dan Kepala Dinas Pendidikan kecamatan untuk dilaksanakan di sekolah masing-masing.
4.      Pengembangan kurikulum muatan lokal tingkat sekolah
Sekolah yang tidak dapat memilih mata peljaran muatan lokal yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dapat mengembangkan mata pelajaran muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dan kemampuan masing-masing, dengan pesetujuan Dinas Pendidikan.
Dalam hal ini kepala sekolah :
a.       Mengusulkan jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten melalui kepala dinas pendidikan kecamatan.
b.      Menentukan pelajaran muatan lokal dengan persetujuan Dinas Pendidikan Kecamatan dan kabupaten/kota,
c.       Bersama-sama dengan Dinas Pendidikan kecamatan, menentukan mata pelajaran muatan lokal dengan pesetujuan kabupaten /kota.
5.      Pengembangan Silabus dan RPP
Pengembangan Silabus dan RPP mata pelajaran muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan lokal lainnya, dilakukan dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Cara mengembangkan Silabus dan RPP muatan lokal hamper sama dengan mata pelajaran lain, yang bisa dilihat kembali pada bab terdahulu yang membahas tentang pengembangan silabus dan RPP (E. Mulyasa, 2009).

D.      LANGKAH PENYUSUNAN MUATAN LOKAL
Sebelum menyusun muatan lokal, satuan pendidikan perlu melakukan serangkaian kegiatan agar muatan lokal yang disusun benar-benar realistis dan implementatif sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah.
Langkah awal penyusunan muatan lokal, meliputi (1) identifikasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah, (2) identifikasi potensi daya dukung – internal dan eksternal, (3) identifikasi materi pembelajaran muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan potensi satuan pendidikan, dan (4) kerjasama dengan pihak lain.
1.      Identifikasi Kondisi dan Kebutuhan Daerah
Kegiatan identifikasi ini dilakukan untuk mendata dan menelaah berbagai kondisi dan kebutuhan daerah. Data dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kotamadya/Kecamatan/ Kelurahan, Perguruan Tinggi Negeri/Swasta, dan Dunia Usaha/Industri. Kondisi daerah dapat ditinjau dari potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari :
a.       Rencana pembangunan daerah, termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
b.      Pengembangan tenaga kerja termasuk jenis-jenis keterampilan yang diperlukan;
c.       Aspirasi masyarakat mengenai konservasi alam dan pengembangan daerah.
Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Dalam melakukan wawancara atau menyusun kuesioner, Satuan Pendidikan mengumpulkan data mengenai:
1)     Kondisi sosial (hubungan kemasyarakatan antar-penduduk, kerukunan antar umat beragama, dsb.);
2)     Kondisi ekonomi (mata pencaharian penduduk, rata-rata penghasilan, dsb)
3)     Aspek budaya (etika sopan santun, kesenian daerah, bahasa yang banyak digunakan)
4)     Kekayaan alam (pertambangan, perikanan, perkebunan, dsb.);
5)     Makanan khas daerah (asinan Bogor, gudeg Yogya, rendang Padang, dsb.)
6)     Prioritas pembangunan daerah (busway, pusat perbelanjaan, pengentasan kemiskinan)
7)     Kepedulian masyarakat akan konservasi dan pengembangan daerah;
8)     Jenis-jenis kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan daerah (sebagai kota jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata), seperti kemampuan berbahasa asing, keterampilan komputer.
2.      Identifikasi Potensi Satuan Pendidikan
Kondisi satuan pendidikan baik negeri maupun swasta di berbagai daerah sangat bervariasi. Oleh karena itu, untuk menentukan muatan lokal yang akan dilaksanakan, setiap satuan pendidikan harus melakukan identifikasi terhadap potensi masingmasing.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendata dan menganalisis daya dukung yang dimiliki. Kegiatan yang dilaksanakan adalah analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ditekankan pada kebutuhan peserta didik yang harus memperhatikan :
a.        Lingkungan, sarana dan prasarana,
b.      Ketersediaan sumber dana,
c.        sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik),
d.      Dukungan komite sekolah dan masyarakat setempat,
e.       Dukungan unsur lain seperti dunia usaha/industri,
f.       Kemungkinan perkembangan sekolah.
3.      Identifikasi Jenis Muatan Lokal
Berdasarkan kajian berbagai sumber, satuan pendidikan dapat memilih/ menentukan jenis muatan lokal yang memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan potensi satuan pendidikan. Penentuan jenis muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
a.       Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial)
b.      Ketersediaan pendidik yang diperlukan;
c.       Ketersediaan sarana dan prasarana;
d.      Ketersediaan sumber dana;
e.       Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa;
f.       Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan;
g.      Diperlukan oleh lingkungan sekitar.
Berbagai jenis muatan lokal yang dapat dikembangkan misalnya:
a.       Kesenian daerah;
b.      Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya;
c.       Elektronika (perakitan, perawatan, dan perbaikan alat-alat elektronik);
d.      Kewirausahaan, industri kecil (penyiapan, produksi, dan pemasaran);
e.       Pendayagunaan potensi kelautan;
f.       Lingkungan hidup (pengelolaan dan pelestarian);
g.      Pembinaan karakter (etika dan pemberian layanan prima);
h.      Komputer (yang tidak termasuk dalam SK/KD mata pelajaran TIK), misalnya perakitan & perbaikan komputer, desain grafis, komputer akuntansi, dan sejenisnya;
i.         Bahasa Asing (yang tidak termasuk struktur kurikulum mata pelajaran bahasa Asing).
4.    Kerjasama dengan Unsur Lain
Pengembangan muatan lokal bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus mempersiapkan berbagai hal untuk memperlancar pengembangan muatan lokal yang akan dilaksanakan pada satuan pendidikan masing-masing.
Satuan pendidikan dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan jenis muatan lokal yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan muatan lokal.
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan pula masukan dari guru yang akan mengampu mata pelajaran muatan lokal. Di samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur lain, seperti Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan instansi/lembaga lain misalnya dunia usaha/industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan Dinas lain yang terkait. Dalam kerjasama ini masing-masing unsur memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab tertentu.
a.       Peran, tugas, dan tanggung jawab tim pengembang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam pengembangan muatan lokal secara umum adalah sebagai berikut:
1)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
2)      Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
3)      Mengidentifikasi jenis muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
4)      Menentukan jenis dan prioritas muatan lokal yang akan dilaksanakan;
5)      Menyusun SK, KD, dan silabus muatan lokal.
Selanjutnya, pendidik yang mengampu Muatan Lokal menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan bentuk-bentuk penilaiannya mengacu pada silabus yang telah dikembangkan.
b.      Peran Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan LPMP adalah memberikan bimbingan teknis dalam:
1)      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah;
2)      Mengidentifikasi potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
3)      Mengidentifikasi jenis muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
4)      Menentukan jenis dan prioritas muatan lokal yang akan dilaksanakan;
5)      Menyusun SK, KD, dan silabus muatan lokal;
6)      Memilih alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik dan jenis muatan lokal;
7)      Mengembangkan penilaian yang tepat untuk muatan lokal yang dilaksanakan.
c.       Peran pemerintah daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan/ Kelurahan secara umum adalah:
1)      Memberi informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia di wilayah lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
2)      Memberi gambaran mengenai kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
3)      Memberi sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan bantuan dalam
menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma
setempat.
d.      Peran instansi/lembaga lain seperti dunia usaha/industri, SMK, PLS, dan Dinas terkait secara umum adalah:
1)      Memberi informasi mengenai kompetensi yang harus dikuasai peserta didik untuk muatan lokal tertentu;
2)      Memberi masukan dan atau contoh SK, KD, dan silabus yang dapat diadaptasi untuk muatan lokal di SMA;
3)      Memberi fasilitas kepada peserta didik untuk belajar/praktik di tempat tersebut guna memantapkan  kemampuan/ keterampilan yang didapat dalam muatan lokal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar