A.
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan. Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh
satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan
lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada
Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Sesuai
dengan SK Mendikbud No.0412/21/1987 (Depdikbud, 1988) tentang penerapan muatan
lokal kurikulum sekolah dasar, muatan lokal di artikan sebagai program
pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitknan dengan lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah
yang perlu di ajarkan kepada siswa.
Kegiatan belajar mengajar yang bermuatan lokal
harus mencakup baik isi maupun media penyampaiannya. Misalnya, pada daerah tertentu dianggap perlu
melestarikan pakaian tradisional daerah sedangkan dalam kurikulum terdapat
pokok bahasan mengenai kebutuhan pakaian. Untuk maksud tersebut dalam
mengajarkan subpokok bahasan kebutuhan pakaian, selain fungsi dan jenis pakaian
secara nasional, guru juga membahas tentang pakaian yang mencakup tentang arti
dari bagian-bagian penting dari pakaian adat, cara memakainya, dan kapan serta
di mana pakaian adat itu pantas digunakan, baik di masa kini maupun di masa
lalu. Guru juga perlu mengajak murid untuk menemutunjukkan apa perbedaan pakaian adat masa
lalu dan masa kini serta persamaan dalam nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya. Cara penyajian yang sederhana dapat menggunakan gambar-gambar yang
melukiskan penggunaan pakaian adat masa lalu dan masa kini. Dengan cara
demikian, maka isi dan media penyampaian dapat menunjang tercapainya tujuan
muatan lokal yaitu antara lain murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
daerahnya dan murid dapat menjadi lebih akrab dengan lingkungannya dan
terhindar dari keterasingan terhadap lingkungannya sendiri.
Lingkungan alam adalah Lingkungan hidup dan
tidak hidup yang mencakup komponen binatang dan tanaman beserta tempat
tinggalnya dan hubungan timbal balik antar komponen tersebut. Jadi, dalam lingkungan alam terdapat ekosistem
kolam, tambak, sungai, hutan, tanah kebun, lapangan rumput, sawah, keindahan
alam, beserta isinya. Secara geografis lingkungan alam ini dapat dibagi menjadi lingkungan pantai,
dataran rendah, dataran tinggi dan pegunungan/gunung dengan ekosistem yang
terdapat di dalamnya.
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang
mencakup hubungan timbal balik (interaksi) antara manusia satu dengan lainnya
sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Contoh-contoh lingkungan sosial adalah interaksi antarmanusia yang terdapat
dalam lingkungan sekolah. lingkungan kelurahan/desa, RT atau RW, dan lembaga-lembaga formal seperti: Koperasi
Unit Desa, Puskesmas, dan Posyandu, serta lembaga-lembaga informal seperti:
Subak di Bali dan sejenisnya.
Lingkungan budaya adalah lingkungan yang
mencakup segenap unsur budaya yang dimiliki masyarakat di suatu daerah
tertentu. Termasuk di dalamnya adalah kepercayaan, kebiasaan, adat istiadat, aturan-aturan
yang umumnya tidak tertulis (misalnya, tata krama dan tata cara pergaulan
dengan orang tua sendiri atau orang lain yang usianya lebih tua, pergaulan
dengan teman sebaya dan tetangga), nilai-nilai, serta penampiIan yang menyatakan perasaan, yang antara lain terdapat dalam upacara adat/tradisional,
bahasa daerah (aksara, tutur kata, dan rasa bahasa daerah), dan kesenian daerah
(termasuk tari-tarian daerah).
Keterpaduan antara lingkungan alam, sosial dan
budaya pada hakikatnya membentuk suatu kehidupan yang memiliki ciri tertentu
yang disebut pola kehidupan. Jadi pola kehidupan masyarakat mencakup interaksi
antar anggota masyarakat berkenaan dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Interaksi antar anggota masyarakat itu meliputi interaksi antar individu,
antara individu dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok, baik
formal maupun informal.
Dalam kenyataannya pola kehidupan satu
masyarakat dapat berbeda dengan masyarakat lainnya. Hal ini disebabkan karena
kondisi lingkungan alamnyadan sejarah perkembangan kebudayaannya.
Kebudayaansuatu masyarakat antara lain mencakup gagasan, keyakinan,
pengetahuan, aturan dan nilai, dan perlambang (simbol-simbol) yang digunakan
untuk menanggapi lingkungannya. Dengan demikian, pengembangan bahan pelajaran
bermuatan lokal yang mengacu pada pola kehidupan masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung mengembang kanwawasan lingkungan alam, lingkungan sosial
dan lingkungan budaya (Mohd. Ansyar & Nurtain, 1992/1993).
B. LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Landasan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal memiliki empat macam
landasan,yaitu (1) Landasan ideal, (2) Landasan hukum, (3) Landasan teoritik,
(4) Landasan demografik.
1. Landasan Ideal
Landasan
ideal pengembangan
kurikulum muatan lokal adalah falsafah Pancasila.
2. Landasan hukum
Landasan
hukum pengembangan
muatan lokal, antara lain : (1) UU No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, (2) UU No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, (3) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, (4) Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi, (4) Permendiknas
No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, (5) Permendiknas No. 24/2006
dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006, (6)
Permendiknas No. 41 Thn 2007 tentang Standar Proses, (7) Permendiknas No. 24
Thn 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana, (8) Permendiknas No. 19 Thn 2007
tentang Standar Pengelolaan, (9) Permendiknas No. 20 Thn 2007 Standar Penilaian
Pendidikan.
3.
Landasan
teoritik muatan lokal
Landasan teoritik muatan lokal, antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Tingkat kemampuan berpikir peseta didik
mengharuskan kita menyajikan bahan kajian yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir dari tingkatan konkret sampai dengan tingkatan abstrak. Pengembangan
kemampuan berpikir ini ditunjang antara lain oleh teori belajar dari Ausubel
(1969) dan konsep asimilasi dari Jean Piaget (1972) yang pada intinya
menyatakan bahwa sesuatu yang baru haruslah dipelajari berdasarkan apa yang telah dimiliki oleh
murid. Penerimaan
gagasan baru dengan bantuan gagasan/pengetahuan yang telah ada ini sebenarnya
telah dikemukakan oleh Johan Friedrich Herbart yang dikenal dengan istilah
apersepsi.
b. Pada dasarnya anak-anak usia sekolah memiliki rasa
ingin tahu yang sangat besar tentang segala sesuatu yang terjadi di lingkungan
sekitarnya. Karena itu, mereka selalu akan gembira bila dilibatkan secara
mental, fisik dan sosialnya dalam mempelajari sesuatu. Mereka akan gembira bila
diberikan kesempatan untuk menjelajahi lingkungan sekitarnyayangpenuh dengan
sumber belajar. Dengan menciptakan situasi belajar, bahan kajian dan cara
belajar mengajar yang menantang dan menyenangkan maka aspek kejiwaan mereka
yang berada dalam proses pertumbuhan akan dapat ditumbuhkembangkan dengan baik.
4.
Landasan
Demografik
Keindahan bangsa dan negara Indonesia terletak
pada keanekaragaman pola kehidupan dari beratus-ratus suku bangsa yang tersebar
di berpuluh-puluh ribu pulau dari Sabang sampai dengan Merauke. Kekaguman
terhadap bangsa dan negara Indonesia telah dinyatakan oleh hampir seluruh
bangsa di dunia, karena keanekaragaman tersebut dapat dipersatukan oleh
falsafah hidup bangsa yaitu Pancasila. Keanekaragaman tersebut bukan saja ada
pada bidang budayanya saja, tetapi juga pada keadaan alam, fauna dan floranya
serta kehidupan sosialnya. Semuanya itu merupakan dasar yang sangat penting
dalam mengembangkan muatan lokal.
Selain landasan-landasan pemikiran tersebut di
atas, pengembangan muatan lokal juga didorong oleh kenyataan yang menunjukkan
bahwa banyak murid Sekolah Dasar terpaksa hams meninggalkan bangku sekolah yang
antara lain disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi orang tua murid, kurang
sesuainya kurikulum sekolah dengan kebutuhan murid.
Salah satu faktor penyebab urbanisasi adalah
karena pendidikan belum dapat memberikan kemampuan kepada murid untuk mengenal
dan memanfaatkan keadaan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang ada
di sekitarnya untuk mengembangkan pribadinya dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya di daerah tempat asalnya. Mengingat berbagai sebab tersebut di atas,
maka tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diharapkan dapat dicapai melalui
gagasan dan penerapan muatan lokal di sekolah.
C.
PROSEDUR
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Dengan
mengadaptasi
pendapat E. Mulyasa (2009), pengembangan
kurikulum muatan lokal di setiap daerah/wilayah pada dasarnya dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan tiap
Propinsi, Kepala Dinas Pendidikan tiap kota/kabupaten, dengan prosedur sebagai
berikut.
1. Pengembangan
kurikulum muatan lokal di tingkat propinsi:
Langkah yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum
muatan lokal tingkat propinsi adalah sebagai berikut.
a.
Mengkaji
kelengkapan mata pelajaran muatan lokal yang diusulkan oleh setiap kota/kabupaten
dan kecamatan.
b.
Menentukan
mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di wilayah yang
bersangkutan, berdasarkan usulan dari tiap-tiap kabupaten/kota dengan berbagai
pertimbangan dari tim pengembang kurikulum (TPK) muatan lokal tingkat propinsi.
c.
Memberlakukan
kurikulum muatan lokal sesuai dengan butir b) melalui surat keputusan Kepala
Dinas Pendidikan Propinsi. Dalam keputusan tersebut diberikan keluwesan kepada
masing-masing sekolah untuk memilih mata pelajaran muatan lokal yang telah ditetapkan,
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan masing-masing. Disamping itu,
pada propinsi tertentu ada mata pelajaran muatan lokal yang wajib dilaksanakan
oleh setiap sekolah. Hal tersebut terutama berkaitan dengan bahasa daerah, dan
bahasa asing di daerah wisata (misalnya di Bali, bisa diwajibkan muatan lokal
Bahasa Inggris).
2. Pengembangan
kurikulum muatan lokal tingkat kota/kabupaten
Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal
tingkat kota dan kabupaten adalah sebagai berikut.
a.
Mengkaji
kelayakan usulan mata pelajaran muatan lokal dari setiap kecamatan.
b.
Menentukan
mata pelajaran muatan lokal yang layak untuk dilaksanakan di kota/kabupaten,
berdasarkan usulan dari setiap kecamatan, dengan berbagai pertimbangan dari tim
pengembangkurikulum (TPK) muatan lokal tingkat kota/kabupaten, untuk diusulkan
ke Dinas Pendidikan Propinsi.
c.
Memilih
dan mengembangkan mata pelajaran muatan lokal yang telah ditetapkan Kepala
Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk SD dan SMP.
Dalam pelaksanaannya, disamping mata pelajaran muatan
lokal wajib, setiap sekolah diberikan keluwesan untuk memilih dan mengembangkan
mata pelajaran muatan lokal yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan
masing-masing.
3. Pengembangan
Kurikulum muatan lokal di tingkat kecamatan
Langkah-langkah pengembangan kurikulum muatan lokal
tingkat kecamatan adalah sebagai berikut.
a.
Mengusulkan
jenis-jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota/kabupaten
berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
b.
Memilih
mata pelajaran muatan lokal yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten,
dan Kepala Dinas Pendidikan kecamatan untuk dilaksanakan di sekolah
masing-masing.
4. Pengembangan
kurikulum muatan lokal tingkat sekolah
Sekolah yang tidak dapat memilih mata peljaran muatan
lokal yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan dapat mengembangkan mata
pelajaran muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan dan kemampuan
masing-masing, dengan pesetujuan Dinas Pendidikan.
Dalam hal ini kepala sekolah :
a.
Mengusulkan
jenis muatan lokal kepada Kepala Dinas Pendidikan kota/kabupaten melalui kepala
dinas pendidikan kecamatan.
b.
Menentukan
pelajaran muatan lokal dengan persetujuan Dinas Pendidikan Kecamatan dan
kabupaten/kota,
c.
Bersama-sama
dengan Dinas Pendidikan kecamatan, menentukan mata pelajaran muatan lokal
dengan pesetujuan kabupaten /kota.
5. Pengembangan
Silabus dan RPP
Pengembangan
Silabus dan RPP mata pelajaran muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan
lokal lainnya, dilakukan dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Cara mengembangkan Silabus dan RPP
muatan lokal hamper sama dengan mata pelajaran lain, yang bisa dilihat kembali
pada bab terdahulu yang membahas tentang pengembangan silabus dan RPP
(E. Mulyasa, 2009).
D.
LANGKAH
PENYUSUNAN MUATAN LOKAL
Sebelum menyusun
muatan lokal, satuan pendidikan perlu melakukan serangkaian kegiatan agar
muatan lokal yang disusun benar-benar realistis dan implementatif sesuai dengan
kebutuhan peserta didik untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah.
Langkah awal penyusunan muatan
lokal, meliputi (1) identifikasi keadaan dan kebutuhan lingkungan/daerah, (2)
identifikasi potensi daya dukung – internal dan eksternal, (3) identifikasi
materi pembelajaran muatan lokal sesuai dengan kebutuhan dan potensi satuan
pendidikan, dan (4) kerjasama dengan pihak lain.
1.
Identifikasi
Kondisi dan Kebutuhan Daerah
Kegiatan identifikasi ini dilakukan
untuk mendata dan menelaah berbagai kondisi dan kebutuhan daerah. Data dapat
diperoleh dari berbagai pihak yang terkait seperti Pemerintah Daerah tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kotamadya/Kecamatan/ Kelurahan, Perguruan Tinggi
Negeri/Swasta, dan Dunia Usaha/Industri. Kondisi daerah dapat ditinjau dari
potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.
Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari :
a.
Rencana pembangunan daerah, termasuk
prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan
jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
b.
Pengembangan tenaga kerja termasuk jenis-jenis keterampilan
yang diperlukan;
c.
Aspirasi masyarakat mengenai
konservasi alam dan pengembangan daerah.
Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Dalam melakukan wawancara atau menyusun kuesioner, Satuan Pendidikan mengumpulkan data mengenai:
Pengumpulan data untuk identifikasi kondisi dan kebutuhan daerah dapat dilakukan melalui wawancara atau pemberian kuesioner kepada responden. Dalam melakukan wawancara atau menyusun kuesioner, Satuan Pendidikan mengumpulkan data mengenai:
1)
Kondisi sosial (hubungan
kemasyarakatan antar-penduduk, kerukunan antar umat beragama, dsb.);
2)
Kondisi ekonomi (mata pencaharian
penduduk, rata-rata penghasilan, dsb)
3)
Aspek budaya (etika sopan santun,
kesenian daerah, bahasa yang banyak digunakan)
4)
Kekayaan alam (pertambangan,
perikanan, perkebunan, dsb.);
5)
Makanan khas daerah (asinan Bogor,
gudeg Yogya, rendang Padang, dsb.)
6)
Prioritas pembangunan daerah
(busway, pusat perbelanjaan, pengentasan kemiskinan)
7)
Kepedulian masyarakat akan
konservasi dan pengembangan daerah;
8)
Jenis-jenis kemampuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk menunjang kebutuhan daerah (sebagai kota
jasa, kota perdagangan, dan kota pariwisata), seperti kemampuan berbahasa asing,
keterampilan komputer.
2. Identifikasi
Potensi Satuan Pendidikan
Kondisi satuan pendidikan baik
negeri maupun swasta di berbagai daerah sangat bervariasi. Oleh karena itu,
untuk menentukan muatan lokal yang akan dilaksanakan, setiap satuan pendidikan
harus melakukan identifikasi terhadap potensi masingmasing.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendata
dan menganalisis daya dukung yang dimiliki. Kegiatan yang dilaksanakan adalah
analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang ditekankan pada
kebutuhan peserta didik yang harus memperhatikan :
a.
Lingkungan, sarana dan prasarana,
b.
Ketersediaan sumber dana,
c.
sumber daya manusia (pendidik, tenaga
kependidikan, dan peserta didik),
d.
Dukungan komite sekolah dan
masyarakat setempat,
e.
Dukungan unsur lain seperti dunia
usaha/industri,
f.
Kemungkinan perkembangan sekolah.
3.
Identifikasi
Jenis Muatan Lokal
Berdasarkan kajian berbagai sumber,
satuan pendidikan dapat memilih/ menentukan jenis muatan lokal yang
memungkinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
potensi satuan pendidikan. Penentuan jenis muatan lokal didasarkan pada
kriteria berikut:
a.
Kesesuaian dengan tingkat
perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial)
b.
Ketersediaan pendidik yang diperlukan;
c.
Ketersediaan sarana dan prasarana;
d.
Ketersediaan sumber dana;
e.
Tidak bertentangan dengan agama dan
nilai luhur bangsa;
f.
Tidak menimbulkan kerawanan sosial
dan keamanan;
g.
Diperlukan oleh lingkungan sekitar.
Berbagai jenis muatan lokal yang
dapat dikembangkan misalnya:
a.
Kesenian daerah;
b.
Tata busana, tata boga, perawatan
tubuh, dan sejenisnya;
c.
Elektronika (perakitan, perawatan,
dan perbaikan alat-alat elektronik);
d.
Kewirausahaan, industri kecil
(penyiapan, produksi, dan pemasaran);
e.
Pendayagunaan potensi kelautan;
f.
Lingkungan hidup (pengelolaan dan
pelestarian);
g.
Pembinaan karakter (etika dan
pemberian layanan prima);
h.
Komputer (yang tidak termasuk dalam
SK/KD mata pelajaran TIK), misalnya perakitan & perbaikan komputer, desain
grafis, komputer akuntansi, dan sejenisnya;
i.
Bahasa Asing (yang tidak termasuk struktur
kurikulum mata pelajaran bahasa Asing).
4. Kerjasama
dengan Unsur Lain
Pengembangan muatan lokal bukanlah
pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus mempersiapkan
berbagai hal untuk memperlancar pengembangan muatan lokal yang akan
dilaksanakan pada satuan pendidikan masing-masing.
Satuan pendidikan dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan jenis muatan lokal yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan muatan lokal.
Satuan pendidikan dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam menentukan jenis muatan lokal yang akan dilaksanakan. Tim pengembang kurikulum yang sudah dibentuk di setiap satuan pendidikan, bertanggung jawab dalam pengembangan muatan lokal.
Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan
pula masukan dari guru yang akan mengampu mata pelajaran muatan lokal. Di
samping itu, satuan pendidikan perlu menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
lain, seperti Tim Pengembang Kurikulum tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi, dan instansi/lembaga lain
misalnya dunia usaha/industri, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Pendidikan Luar
Sekolah (PLS) dan Dinas lain yang terkait. Dalam kerjasama ini masing-masing
unsur memiliki peran, tugas, dan tanggung jawab tertentu.
a.
Peran, tugas, dan tanggung jawab tim
pengembang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam pengembangan muatan
lokal secara umum adalah sebagai berikut:
1)
Mengidentifikasi keadaan dan
kebutuhan daerah;
2)
Mengidentifikasi potensi sumber daya
yang ada di satuan pendidikan;
3)
Mengidentifikasi jenis muatan lokal
yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan satuan pendidikan;
4)
Menentukan jenis dan prioritas
muatan lokal yang akan dilaksanakan;
5)
Menyusun SK, KD, dan silabus muatan
lokal.
Selanjutnya,
pendidik yang mengampu Muatan Lokal menyusun Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan bentuk-bentuk
penilaiannya mengacu pada silabus yang telah dikembangkan.
b.
Peran Tim Pengembang Kurikulum
tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota, Perguruan Tinggi, dan LPMP adalah memberikan
bimbingan teknis dalam:
1)
Mengidentifikasi
keadaan dan kebutuhan daerah;
2)
Mengidentifikasi
potensi sumber daya yang ada di satuan pendidikan;
3)
Mengidentifikasi
jenis muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi peserta didik dan
satuan pendidikan;
4)
Menentukan
jenis dan prioritas muatan lokal yang akan dilaksanakan;
5)
Menyusun SK,
KD, dan silabus muatan lokal;
6)
Memilih
alternatif metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik dan jenis muatan lokal;
perkembangan peserta didik dan jenis muatan lokal;
7)
Mengembangkan
penilaian yang tepat untuk muatan lokal yang dilaksanakan.
c.
Peran pemerintah daerah tingkat
Provinsi/Kabupaten/Kota/Kecamatan/ Kelurahan secara umum adalah:
1)
Memberi informasi mengenai potensi
daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber
daya manusia di wilayah lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan, serta
prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber
daya manusia yang dibutuhkan;
2)
Memberi gambaran mengenai kemampuan
dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
3)
Memberi sumbangan pemikiran, pertimbangan,
dan bantuan dalam
menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
d.
Peran instansi/lembaga lain seperti
dunia usaha/industri, SMK, PLS, dan Dinas terkait secara umum adalah:
1)
Memberi
informasi mengenai kompetensi yang harus dikuasai peserta didik untuk muatan
lokal tertentu;
2)
Memberi
masukan dan atau contoh SK, KD, dan silabus yang dapat diadaptasi untuk muatan
lokal di SMA;
3)
Memberi
fasilitas kepada peserta didik untuk belajar/praktik di tempat tersebut guna
memantapkan kemampuan/ keterampilan yang didapat dalam muatan lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar