Rabu, 20 Agustus 2014

STRATEGI DAN MODEL MULOK (MUATAN LOKAL)



PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL DAN MODEL KONSEP KURIKULUM MUATAN LOKAL
 MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah pengembangan kurikulum muatan lokal
Dosen Pengampu : Drs.Purnomo, M.Pd.

Disusun Oleh :
MUIN ARIFAH                     (1401410203 / 07)
INA MAY SAROH                           (1401411342 / 42)

ROMBEL 03

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

PEMDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
B.     RUMUSAN MASALAH

PEMBAHASAN

A.    PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL
Proses pembelajaran di sekolah dapat dilakukan secara intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Begitu pula bahan yang ada pada muatan lokal dapat tercantum pada intrakurikuler, misalnya berbagai mata pelajaran yang termasuk dalam bidang studi kesenian dan keterampilan, bahasa (bahasa Daerah dan Inggris) dan beberapa topik subtopik bahasan yang bernaung dalam bidang studi IPA dan IPS dan pelajaran lainnya. Sedang bagi bahan muatan lokal yang dilaksanakan secara kurikuler, bahan dikembangkan dari pola kehidupan dalam lingkungannya dan perlu dibicarakan dengan narasumber yang bersangkutan dan bekerja sama dengan instansi-instansi lain yang terkait untuk mencari atau menyeleksi bahan muatan lokal yang sesuai dengan harapan dan keadaan sekolah.
Karena bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal ini sangat menentukan. Untuk melaksanakan pengembangan, langkah-langkahnya dapat ditempuh sebagai berikut : (1) menyusun perencanaan muatan lokal, (2) melaksanakan pembinaan, (3) merencanakan pengembangan.

1.      Menyusun Perencanaan Muatan Lokal
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran selalu menyangkut berbagai unsur atau komponen yang saling terkait. Begitu pula dalam menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai sumber, seperti pengajar, metode, media, dana dan evaluasinya. Merencanakan bahan muatan lokal yang akan diajarkan, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a.       Mengidentifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal.
b.      Menyeleksi bahan muatan lokal dengan kriteria sebagai berikut :
1)        Sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
2)      Tidak bertentangan dengan Pancasila dan berbagai peraturan adat yang berlaku.
3)      Letaknya terjangkau dari sekolah.
4)      Ada narasumber baik di dalam maupun di luar sekolah.
5)      Bahan/kegiatan tersebut merupakan ciri khas di daerah itu.
c.       Menyusun GBPP yang bersangkutan.
d.      Mencari sumber bahan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
e.       Mengusahakan sarana/prasarana yang relevan dan terjangkau.
2.      Pembinaan dan Pengembangan Muatan Lokal
Pembinaan muatan lokal perlu ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesioanal dan dilakukan secara kontinue, karena dalam pelaksanaan dilapangan kadang-kadang siswa lebih mahir dari pada gurunya , karena siswa sudah biasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dimaksud, misalnya anak petani, anak pengrajin, bengkel, peternak dan sebagainya, yang akibatnya akan terjadi pembuangan tenaga, waktu dan biaya.
Meskipun kurikulum muatan lokal telah direncanakan dengan serapi mungkin, tetapi dalam pelaksanaannya tentu akan mengalami berbagai hambatan.  Atas dasar berbagai pengalaman bagi si pelaksana dan berbagi sarana, kritik dan tanggapan yang merupakan bahan masukan yang sangat berguna bagi revisi bahan muatan lokal selanjutnya. Dalam pelaksanaan di lapangan kadang-kadang siswa bahkan lebih mahir daripada gurunya, karena siswa sudah biasa melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dimaksud setiap harinya.
Misalnya anak petani diajari bertani oleh guru yang tidak biasa bertani. Anak pengrajin, bengkel, peternak dan sebagainya diajari oleh guru yang tidak mengenal dan memiliki kemampuan berbagai kegiatan tersebut, yang akibatnya akan terjadi pembuangan tenaga, waktu dan biaya yang sia-sia. Oleh karenanya, pembinaan perlu ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesional yang dilakukan secara continue.

3.      Pengembangan Muatan Lokal
Ada dua pengembangan dalam muatan lokal, yakni (1) pengembangan untuk jangka panjang dan (2) pengembangan untuk jangka pendek.
a.      Pengembangan untuk jangka panjang
Pengembangan jangka panjang dilaksanakan secara berurutan atau berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah ada di sekolah-sekolah bawahnya. Sedang di perguruan tinggi akan lebih tepat kalau diistilahkan dengan “program khusus”, yang akan menyebabkan adanya ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan. Kalau ada istilah muatan lokal kiranya akan didapatkan juga muatan regional, muatan nasional, dan muatan internasional. Batasan untuk berbagai istilah tersebut seolah-olah dibatasi oleh tebanya (scobe) yang menyangkut batas daerah atau lokasi.
Muatan lokal mungkin tebatasnya berada di beberapa kabupaten, muatan regional untuk satu provinsi sedang muatan nasional untuk seluruh negara. Kurikulum yang diperuntukkan di Dinas Depdiknas dibedakan antara bidang studi yang dikoordinasi oleh pusat (kurikulum nasional) akan dijadikan bahan Ujian Nasional, sedang berbagai mata pelajaran yang dikoordinasi oleh lokal dijadikan bahan Ujian Sekolah.
Dengan adanya arus globalisasi, kiranya perlu diperhatikan adanya kemungkinan masuknya muatan internasional. Muatan internasional bukannya perkembangan dari muatan nasional, muatan nasional bukannya perkembangan dari muatan regional dan sebagainya. Jadi perkembangan muatan lokal dalam jangka panjang, agar para siswa dapat melatih keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan harapan nantinya. Dapat membantu dirinya sendiri, keluarga, masyarakat yang akhirnya dapat membantu pembangunan nusa dan bangsanya. Oleh karenanya, perkembangan muatan lokal dalam jangka waktu panjang harus direncanakan secara sistematik oleh sekolah, keluarga dan masyarakat setempat dengan perantara pakar-pakar pada instansi terkait, baik negeri maupun swasta.
Perkembangan dapat dilaksanakan dengan pola Tri Con Teorin oleh Ki Hajar Dewantara yaitu muatan lokal di ambil dari daerah setempat (concentris), kemudian berjalan terus meningkat sesuai dengan perkembangan peserta didik menuju ke daerah – daerah lain akhirnya meskipun setiap sekolah memulai dari centris-nya masing-masing, tapi kalau semua sekolah melaksanakan secara continue akibatnya akan terjadi kesamaan bahan yang dipelajari oleh semua peserta didik di Indonesia (convergensi). Jadi, dengan kata lain untuk muatan lokal di sekolah dasar masih bersifat concentris kemudian dilaksanakan secara continue di sekolah menengah pertama dan akan terjadi convergensi di sekolah menengah atas.
b.      Pengembangan untuk jangka pendek
Pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara: menyusun kurikulum muatan lokal kemudian menyusun GBPP-nya dan di revisi setiap saat. Dalam pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) perluasan muatan local, dan (2) pendalaman muatan local.
1)      Perluasan muatan lokal
Dasarnya ialah bahan muatan lokal yang ada didaerahnya itu yang terdiri dari berbagai jenis muatan lokal, misalnya: pertanian, kalau sudah dianggap cukup ganti peternakan, perikanan, kerajinan dan sebagainya. Siswa cukup diberi dasar-dasarnya saja dari berbagai muatan lokal sedang pendalamannya dilaksanakan paa periode selanjutnya.
2)      Pendalaman muatan lokal
Dasarnya adalah bahan muatn lokal yang sudah ada kemudian diperdalam sampai misalnya: masalah pertanian dibicarakan dan dilaksanakan mengenai bagaimana cara memupuk, memelihara, mengembangkannya, penyakitnya, pemasarannya dan sebagainya. Oleh karena itu, pelajaran ini diberikan pada siswa yang sudah dewasa.

Gambarnya sebagai berikut:
Bahan Muatan
Lokal
Perluasan
Pendalaman


Berhasil tidaknya pengembangan di sekolah tergantung pada:
1.      Kekreatifan guru
2.      Kesesuaian program
3.      Ketersediaan sarana/prasarana
4.      Cara pengelolaan
5.      Kesiapan siswa
6.      Partisipasi masyarakat setempat
7.      Pendekatan kepala sekolah dengan instansi dan narasumber yang berkait.
Pada buku penerapan muatan lokal kurikulum sekolah dasar Depdiknas mengungkapkan bahwa cara pengembangan pembelajaran dijelaskan sebagai berikut:
1. Mempelajari GBPP
2. Mengetahui tujuan pengajaran
3. Mengetahui bahan yang akan di ajarkan
4. Memilih kegiatan proses pembelajaran
5. Melakukan penilaian
Adapun cara menentukan bahan pengajaran muatan lokal untuk satu bidang studi dapat dilaksanakan dengan empat cara, yaitu:
1.      Bagi bidang study yang sudah punya GBPP, disusun pokok bahasan/subbahasan,kemudian dipilih bahan mana yang berkriteria muatan lokal
2.      GBPP yang telah dipilih, mana yang sesuai dengan pola kehidupan. Dari pola kehidupan ini dipisah antara pola-pola kehidupan yang sesuai dengan pokok bahasan yang dijadikan pelajaran. Sedangkan yang tidak sesuai dengan pokok bahasan tidak digunakan sebagai bahan pelajaran.
3.      Pola kehidupan dalam lingkungan alam, dijadikan sumber yang mungkin sesuai dengan GBPP yang telah ada.
4.      Pola kehidupan dalam lingkungan alam, dipilih unsur-unsurnya yang perlu dalam program pendidikan, kemudian dibuat GBPP.

B.     MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model konsep dan pengembangan kurikulum adalah suatu konstruksi dasar sebuah kurikulum , yang merupakan lambang acuan teoritik dalam melakukan pengembangan sebuah kurikulum. Berikut dikemukakan beberapa model kurikulum, yang sering dijadikan acuan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : (1) model kurikulum Roger, (2) model kurikulum Robert S. Zais, (3) model kurikulum Gree Root, (4) G. A. Beauchamp.
1.      Model Kurikulum Roger
a.       Model I
Model ini menggambarkan bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri atas kegiatan memberikan informasi (isi pelajaran/Materi Pelajaran) dan ujian (Evaluasi), maka kurikulum pun dikembangkan mengacu kepada dua hal tersebut. Dari model ini, akan dapat dimunculkan 2 pertanyaan pokok, yaitu :
1)      Apa yang saya ajarkan ?
2)      Bagaimana hasil pengajaran saya ?
b.      Model II
Model ini merupakan penyempurnaan dari model I, dimana dalam pengembangannya disamping pengembangan materi dan evaluasi juga dipikirkan pemilihan metode dan penyusunan organisasi bahan pelajaran secara sistematis. Dari model ini, akan muncul empat pertanyaan pokok bagi seorang pengajar, yaitu :
1)      Apa yang saya ajarkan ?
2)      Bagaimana hasil pengajaran saya ?
3)      Bagaimana saya mengajar ?
4)      d)Bagaimana organisasi bahan yang akan saya ajarkan ?
c.        Model III
Model ketiga merupakan penyempurnaan model II, yaitu dengan memasukkan unsur teknologi pendidikan, dimana dalam mengembangkan sebuah kurikulum disamping pengembangan materi dan evaluasi juga dipikirkan pemilihan metode dan penyusunan organisasi bahan pelajaran secara sistematis serta penggunaan teknologi yang tepat digunakan dalam penyampaian materi tersebut.
d.      Model IV
Model keempat merupakan penyempurnaan model III, yaitu dengan memasukkan unsur Tujuan pendidikan, dimana Tujuan merupakan arah utama dalam mengembangkan sebuah kurikulum baik dalam pengembangan materi , evaluasi , pemilihan metode dan penyusunan organisasi bahan pelajaran serta penggunaan teknologi yang tepat digunakan dalam penyampaian materi tersebut.
2.      Model Pengembangan Kurikulum Robert S. Zais
Model pengembangan kurikulum Robert S.Zais ini sering disebut model administratif atau model garis dan staf atau bisa juga disebut model dari bawah ke atas. Disebut demikian karena dalam pengembangannya, adalah sebagai berikut. :
a.       Pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah
b.      Panitia pengarah merencanakan, mengarahkan dan menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan (terdiri dari pengawas, kepala sekolah dan guru inti)
c.       Panitia pengarah membentuk Panitia kerja yang terdi dari staf pengajar dan ahli kurikulum.
d.      Komisi-komisi dari panitia kerja melakukan uji coba.
e.       Hasil uji coba dievaluasi oleh panitia pengarah untuk kemudian diuji cobakan lagi, baru diputuskan untuk dilaksanakan
3.      Model Pengembangan Kurikulum Gree – Roots
Pengembangan model kurikulum ini ingin dilakukan secara demokratis, yaitu berawal dari bawah, sbb. :
a.       Inisiatif rancangan kurikulum datang dari bawah (dari pelaksana dilapangan)
b.      Diarahkan para administrator
c.       Diseminarkan/ dilokakaryakan dengan melibatkan semua pihak
d.      Baru dilaksanakan hasilnya.
4.      Model Pengembangan Kurikulum G.A.Beauchamp
Berdasarkan model ini, ada 5 langkah pokok dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.       Penentuan arena pengembangan (kelas, sekolah, kawasan pemakai regeonal atau nasional)
b.      Menentukan para pengembang (specialis kurikulum, wakil kelompok profesional dan wakil masyarakat umum )
c.       Menentukan prosedur perencanaan kurikulum dan membentuk dewan kurikulum yang bertugas menyusun kurikulum
d.      Melaksanakan kurikulum di sekolah
e.       Melakukan penilaian terhadap kurikulum yang dilaksanakan
5.      Model Pengembangan Kuikulum terbalik Hilda Taba
Berdasarkan model ini, ada 5 langkah pokok dalam pengembangan kurikulum, yaitu :
a.       Menyusun unit – unit kurikulum
b.      Uji coba kurikulum oleh staf pengajar
c.       Menganalisis dan merevisi hasil uji coba
d.      Menyusun kerangka kerja teoritis
e.       Menyusun kurikulum secara menyeluruh

Model Mata Pelajaran Muatan Lokal
   Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu keanekaragaman tersebut harus selalu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan lokal dalam Standar Isi dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar Isi yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup muatan lokal tersebut. Sehingga perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal.

PENUTUP
A.    SIMPULAN
B.     SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Purnomo.2012. Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal.Semarang:UNNES.
Dakir. 2010. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta : Rineka Cipta.
Nana Syaodih Sukmadinata, 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya
Yufiarti. 1999. Pengembangan Mulok. Depdikbud Ditjen Dikti PPGSD


Tidak ada komentar:

Posting Komentar