Sabtu, 15 Februari 2014

Contoh Identifikasi Masalah Penelitian Eksperimen Sekolah Dasar



I.                   IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru tentang pembelajaran IPA materi sistem peredaran darah di kelas V Semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang, diperoleh beberapa masalah sebagai berikut :
Ø  Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA tentang Alat Peredaran Darah Manusia masih rendah, kebanyakan siswa masih gaduh dan belum siap menghadapi pembelajaran
Ø  Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia kurang baik, guru hanya menggunakan metode pembelajaran ceramah dan belum menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
Ø  Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia rendah, banyak siswa mendapat nilai di bawah KKM 70 dan rata-rata kelas hanya mencapai nilai 60.

II.                PEMBATASAN MASALAH
Masalah yang mendominasi dalam pembelajaran IPA di SDN Pakintelan 02 Semarang adalah :
Ø  Lemahnya pemahaman konsep pada siswa karena guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah dan jarang menggunakan alat peraga sehingga siswa kurang tertarik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Maka guru ingin membandingkan metode pembelajaran yang dilakukan selama ini dengan Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match.












A.    JUDUL PENELITIAN
“ Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang “

B.     RUANG LINGKUP PENELITIAN
Model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match pada pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia.

C.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa , kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Upaya pemerintah tersebut harus ditindak lanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA (Sains) di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA. Di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Proses pembelajaran yang tercantum pada peraturan pemerintah di atas sudah baik, karena sudah mengandung gagasan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun kenyataan dilapangan belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Hasil kajian penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di Sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (Sardjono, 2000).  Permasalahan pembelajaran IPA tersebut juga ditemui pada siswa kelas V SD N Pakintelan 02 Semarang. Peran peserta didik tampak belum secara optimal diperlakukan sebagai subyek didik yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi peserta didik masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan siswa dalam keadan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam menyampaikan informasi yang secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis dalam buku paket. Guru jarang menggunakan alat peraga atau media pelajaran IPA sekalipun di sekolah tersedia beberapa alat peraga IPA serta guru tidak terbiasa untuk melibatkan siswa dalam melakukan kegiatan percobaan. Guru kurang memberikan rangsangan berupa pertanyaan pada siswa sebelum penyampaian materi, kurang melatih siswa dalam kegiatan kerja sama dengan kelompok dan kurang memberikan reward pada siswa.  Dalam membahas materi IPA tidak terlihat adanya upaya guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangka. Pengajaran IPA yang diterapkan guru cenderung lebih mengarahkan agar siswa terampil mengerjakan soal-soal tes, akibatnya pemahaman konsep siswa rendah, keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa tidak tumbuh.
            Hal tersebut di atas juga didukung dengan hasil pencapaian nilai mata pelajaran IPA kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang yang masih kurang. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KBM) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahaun dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi (Permendiknas No. 20 Tahun 2007 1-2). Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan SD N Pakintelan 02 Semarang pada mata pelajaran IPA adalah 65. Hasil ulangan IPA kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang menunjukkan hasil yang belum memuaskan walaupun nilai tertinggi mencapai 100, nilai terendah 40 , dan nilai rata-rata siswa 60 dari 27 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang belum semuanya mencapai ketuntasan KKM yang telah ditetapkan pihak sekolah.
Pembelajaran IPA yang diharapkan adalah yang dapat mengembangkan keterampilan proses, pemahaman konsep, aplikasi konsep, sikap ilmiah siswa, serta mendasarkan kegiatan IPA pada isu-isu yang berkembang di masyarakat (Horsley, et al, 1990:40-42). Kenyataan Pembelajaran IPA yang ada di SD N Pakintelan 02 Semarang belum menggunakan media, strategi dan model pembelajaran yang inovatif. Guru menggunakan media gambar tetapi belum digunakan secara maksimal serta menggunakan buku paket dan LKS yang sama dengan siswa sebagai sumber belajar sehingga pengembangan dalam pembelajaran IPA masih kurang. Hal tersebut mengakibatkan proses pembelajaran tidak menarik dan membosankan. Siswa kurang terlibat dalam proses belajar sehingga kegiatan pembelajaran belum berjalan optimal karena guru hanya mengutamakan penilaian pada ranah kognitif. Seharusnya penilaian individu mencakup tiga ranah yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif diharapkan setiap pembelajaran IPA akan lebih menyenangkan. Guru bisa membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil atau menggunakan permainan sehingga siswa bisa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tidak merasa bosan. Dengan bekerja secara kelompok diharapkan siswa dapat belajar bekerjasama dengan orang lain, saling bertukar pikiran dan belajar sambil bermain. Sehingga didalam suatu kelas semua siswa dapat merasa senang dan tertarik dalam setiap pembelajaran IPA karena guru selalu menggunakan model-model yang inovatif.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran IPA yang diterapkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Model tersebut dirancang untuk mendorong siswa berpartisipasi dalam pembelajaran IPA. Hal tersebut berarti, prinsip pembelajaran IPA adalah proses aktif. Artazt dan Newman ( 1990:448 ) dalam Trianto ( 2009:56 ) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, dengan menggunakan model ini siswa dapat belajar bekerjasama dalam suatu kelompok. Make A Match merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Lorry Curran ( 1994 ) menyatakan bahwa Metode make a match adalah metode pembelajaran aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari. Dengan model pembelajarn kooperatif tipe Make A Match kegiatan pembelajaran akan sedikit riuh, tetapi kegiatan tersebut akan sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin sehingga siswa akan lebih tertantang dan suasana dikelas akan lebih menyenangkan karena guru memberikan reward pada siswa yang dapat menemukan pasangannnya dengan cepat.     
            Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran, membutuhkan ketelitian dalam menentukan pasangan jawaban, kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis, dan munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa. Model pembelajaran Make A Match ini mampu memberikan rasa senang, bergairah, bersemangat dalam mengerjakan tugas, sehingga dapat mengaktifkan siswa pada materi alat peredaran darah pada manusia  di kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang. Keaktifan siswa dalam pembelajaran ini akhirnya berdampak pada keberhasilan belajar siswa tentang materi tersebut.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Momoy Dandelion dengan judul penelitian Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Sukorejo 01 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas sehingga nilai hasil belajar menjadi lebih meningkat.
Berdasarkan analisis tersebut peneliti membuat gagasan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran IPA yang ada di SDN Pakintelan 02 Semarang. Peneliti menggunakan model pembelajaran Make A Match sebagai alternatif pemecahan masalah dengan judul “ Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang”. Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diharapakan siswa lebih aktif dan berpartisipas mengikuti proses pembelajaran IPA dikelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.      Perumusan Masalah
Apakah pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match lebih efektif daripada pembelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah materi Peredaran Darah Manusia di Kelas V semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang?

3.      Tujuan                       
Untuk mengetahui apakah pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match lebih efektif daripada pembelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah materi Peredaran Darah Manusia di Kelas V semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang.

4.      Manfaat         
1.      Manfaat Teoritis
a.       Sebagai bahan referensi atau pendukung penelitan selanjutnya.
b.      Menambah kajian tentang hasil penelitian pembelajaran IPA.
c.       Mengembangkan praktik pembelajaran pada mata pelajaran IPA
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Guru
1)      Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi guru tentang model Make A Match .
2)      Dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar.
3)      Dapat meningkatkan profesionalisme dalam proses pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
b.      Bagi Siswa
1)      Dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar IPA.
2)      Dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
3)      Dapat meningkatkan pemahaman siswa dan menggali potensi-potensi siswa dalam pembelajaran IPA
c.       Bagi Sekolah
1)      Sebagai tolok ukur pengambilan kebijakan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sehingga tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat dicapai secara optimal
d.      Bagi Peneliti
1)      Dapat dijadikan sebagai landasan untuk menulis penelitian selanjutnya

D. KAJIAN PUSTAKA
1.      Kajian Teori
A.  Belajar
  Menurut William Brownele (dalam Karso, 1999: 1.22) pada hakekatnya belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Hal ini sejalan dengan pendapat L. Thorndike (1874-1949) bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan atau dengan kata lain belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
Sedangkan Gagne (1977 ; 3) dalam (Trianni, 2004 ; 2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

B.     Pembelajaran
Pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa (Wina Sanjaya : 2005). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI No. 20 : 2003, Bab 1 Pasal 1 ayat 20).
Pembelajaran merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pelajar untuk mengerti suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui. Seseorang yang melakukan belajar dapat disebut telah mengerti sesuatu hal bila ia juga dapat menerapkan apa yang telah ia pelajari. Keberhasilan belajar akan terjamin apabila ia dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui tahap proses belajar, karena dengan itu siswa akan memahami hal yang diajarkan.
1.      Prinsip-prinsip Pembelajaran
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2005 : 30-32) adalah sebagai berikut :
a.       Berpusat pada siswa
Dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral sebagai subyek belajar.
b.      Belajar dengan melakukan
Belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktifitas dan berbuat (Learning BY Doing).
c.       Mengembangkan kemampuan sosial
Proses pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi juga kemampuan sosial. Proses pembelajaran harus dapat mengembangkan dua sisi ini secara seimbang.
d.      Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi dan Fitrah
Proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi.
e.       Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
Pembelajaran adalah proses berfikir untuk memecahkan masalah. Oleh sebab itu pengetahuan yang diperoleh mestinya dapat dijadikan sebgai alat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
2.      Faktor-faktor Pembelajaran
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran agar berlangsung efektif menurut Wina Sanjaya (2005 : 32-33) yaitu sebagai berikut :
a.       Proses pembelajaran harus memberikan peluang kepada siswa agar mereka secara langsung dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran
b.      Guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi apa yang telah dilakukannya
c.       Proses pembelajaran harus mempertimbangkan perbedaan individual
d.      Proses pembelajaran harus dapat memupuk kemandirian disamping kerjasama.
Jadi dengan penerapan model pembelajaran tipe Make A Match diharapkan dapat tercipta pembelajaran yang berdasarkan pada PAIKEM dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan faktor-faktor dalam pembelajaran.

C.  Hakekat Hasil belajar
Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004).
Menurut  Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
                         Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak bisa menjadi bisa.
             Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotor.
Uraian dari masing-masing ranah tersebut adalah:
a. Ranah kognitif.
               Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b. Ranah Afektif
                           Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan  yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu  nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
                           Ranah psikomotor meliputi ketrampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih menonjol, namun hasil belajar afektif dan psikomotor juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
                    Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat dicapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
                              Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Pendapat ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa  karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
                              Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar akan tersimpan lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Dengan penggunaan model Make A Match diharapkan kualitas dan aktivitas pembelajaran akan meningkat sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat dan  hasil belajar akan tersimpan lama karena penggunaan model tersebut menyenangkan.

D.    Teori Aktivitas Siswa
     Keaktifan adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Anni, 2004 : 52). Keaktifan adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasinya (Mutohir dkk, 1996 : 4). Menurut Ardhana (2009) keaktifan siswa dapat dilihat dari :
a. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru.
b. Kerjasama dalam kelompok.
c. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli.
d. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal.
e. Memberi kesempatan berpendapat pada teman dalam kelompok
f. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.
g. Memberi gagasan yang cemerlang.
h. Membuat perencanaan dan pembagian tugas yang matang.
i. Keputusan berdasarkan pertimbangan kelompok lain.
j. Memanfaatkan potensi anggota kelompok.
k. Saling membantu dan menyelesaikan masalah.
        Dari pernyataan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian keaktifan secara umum adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasinya untuk mencapai hasil belajar. Sedangkan keaktifan siswa dapat dilihat dari peran aktif siswa secara individu maupun dalam kelompok pada proses pembelajaran. Sehingga penggunaan model Make A Match pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan siswa karena model ini menuntut siswa untuk bekarja sama dengan temannya sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan.
1.      Hakikat Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar.
       
    Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari : pertama, mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam LKS melalui pendekatan pembelajaran berdasarkam masalah ( Problem Based Learning)
2. Minat Belajar Siswa
            Secara bahasa minat berarti ”kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu” minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Sardiman A.M berpendapat minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
            Minat adalah keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari luar atau dari dalam diri seseorang (Anni, 2004 : 56). Minat adalah keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan aktifitas belajar dalam mencapai tujuan (Mustofa, 2001 : 87).
           Dari pernyataan-pernyataan tersebut penulis setuju dengan poendapat dari  (Anni, 2004 : 56) bahwa pengertian minat yaitu keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari luar atau dari dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan aktifitas belajar dalam mencapai tujuan. Jadi disini guru harus dapat memotivasi siswa agar mereka tertarik saat mengikuti proses pembelajaran. Memberikan reward dan punishman pada siswa merupakan suatu hal kecil yang dapat memotivasi siswa maka, penggunaan model Make A Match merupakan salah satu model yang dapat diterapkan sebab dalam sintak model ini guru akan memberikan reward pada siswa yang berhasil menemukan pasangannya dengan cepat.

E.     Kajian Materi Pembelajaran IPA
Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk terus menyelaraskan dengan perkembangan jaman maka kita dituntut untuk terus memajukan ilmu pengetahuan tersebut. Sehubungan dengan hal itu, sains memegang peran yang cukup signifikan dalam peningkatan kualitas sumber daya teknologi karena di dalamnya dipelajari berbagai sumber, asal, pemberdayaan serta pemanfaatan teknologi baik yang berasal dari alam maupun rekayasa manusia.
1. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
2. Fungsi IPA di Sekolah Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari IPA berfungsi sebagai media untuk menguasai konsep dan manfaat IPA serta memberikan bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Tujuan Pembelajaran
                Adapun tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menekankan pemahaman tentang pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Untuk membangun imaginasi dan rasa ingin tahu siswa dan agar bisa bersikap positif menanggapi kemajuan sains dan teknologi.
c.       Untuk meningkatkan kompetensi siswa untuk menyelidiki alam sekitarnya, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.
d.      Ikut serta dalam memelihara dan menjaga lingkungan alam.
4. Ruang Lingkup
       Di tingkat sekolah dasar (SD), Ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi dua aspek diantaranya:
a.       Pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan.
b.      Penyelidikan atau penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreatifitas, dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah sebagai kerja ilmiah.
c.       Pemahaman konsep dan penerapannya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran IPA , guru, siswa, alat peraga adalah faktor penting yang sangat mendukung keberhasilan. Selain itu penggunaan strategi pembelajaran yang relevan atau sesuai dengan materi pembelajaran juga merupakan faktor penunjang untuk bisa memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Oleh sebab itu digunakan model Make A Match sebab model tersebut menekankan pada aktivitas siswa dalam bekerja sama dengan temannya sehingga siswa dituntut untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Jadi dengan penggunaan model tersebut maka pembelajaran IPA dapat mencapai kesuksesan akibat peran dari guru, siswa dan strategi pemeblajaran yang sesuai.

F.     Media Pembelajaran
            Pengertian media mengarah pada sesuatu yang mengantar/meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT Task Force,1977:162) ( dalam Latuheru,1988:11). Robert Heinich dkk (1985:6) mengemukakan definisi medium sebagai sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Masih dari sudut pandang yang sama, Kemp dan Dayton (1985:3), mengemukakan bahwa peran media dalam proses komunikasi adalah sebagai alat pengirim (transfer) yang mentransmisikan pesan dari pengirim (sander) kepada penerima pesan atau informasi (receiver).
            Jerold Kemp (1986) dalam Pribadi (2004:1.4) mengemukakan beberapa faktor yang merupakan karakteristik dari media, antara lain:
a. Kemampuan dalam menyajikan gambar (presentation).
b. Faktor ukuran (size); besar atau kecil.
c. Faktor warna (color): hitam putih atau berwarna.
d. Faktor gerak: diam atau bergerak.
e. Faktor bahasa: tertulis atau lisan.
f. Faktor keterkaitan antara gambar dan suara: gambar saja, suara saja, atau gabungan antara gambar dan suara.
            Selain itu, Jerold Kemp dan Diane K. Dayton (dalam Pribadi,2004:1.5) mengemukakan klasifikasi jenis media sebagai berikut:
a. Media cetak.
b. Media yang dipamerkan (displayed media).
c. Overhead transparency.
d. Rekaman suara.
e. Slide suara dan film strip.
f. Presentasi multi gambar.
g. Video dan film.
h. Pembelajaran berbasis komputer (computer based learning)
           Istilah media disini dilihat dari segi penggunaan, serta faedah dan fungsi khusus dalam kegiatan/proses belajar mengajar, maka yang digunakan adalah media pembelajaran. Media pembelajaran adalah semua alat bantu atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik ataupun warga belajar). Pesan (informasi) yang disampaikan melalui media, dalam bentuk isi atau materi pengajaran itu harus dapat diterima oleh penerima pesan (anak didik), dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberapa alat indera mereka. Bahkan lebih baik lagi bila seluruh alat indera yang dimiliki mampu dapat menerima isi pesan yang disampaikan (Latuheru,1988:13).
            Dari beberapa penjelasan media pembelajaran di atas penulis setuju dengan pendapat (Latuheru,1988:13), bahwa media pembelajaran adalah suatu alat, bahan ataupun berbagai macam komponen yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan untuk memudahkan penerima pesan menerima suatu konsep. Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah pasangan kartu materi ataupun jawaban yang dapat digunakan dengan model Make A Match.

G.    Metode Mengajar
             “Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud tertentu, cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. (W.J.S Poerwadarminta, 1986 : 646). Yang dimaksud dengan metode mengajar menurut T. Raka Joni dalam bukunya “Strategi Belajar Belajar” adalah sebagai berikut : Metode mengajar adalah cara, yang fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan cara-cara yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. (T. Raka Joni, 1980 : 783).
           Model pembelajaran yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
1.      Pengertian Kooperatif
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.      Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.
3.      Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut  Lie ( 2004 )     :
a.         Saling ketergantungan positif
         Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.
b.        Interaksi tatap muka
       Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.
c.             Akuntabilitas individual
        Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
d.    Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
        Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lain.
Model pembelajaran Make A Match (mencari pasangan) ini dikembangkan oleh Lorna Curan (1994). Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran termasuk IPA.
Model pembelajaran Make-A Match, merupakan bentuk model pembelajaran dengan melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan formalisasi. Make A Match (Lorna Curran 1994) adalah salah satu permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)              Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok sesuai review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2)              Setiap peserta didik mendapat satu kartu.
3)              Tiap peserta didik memikirkan jawaban /soal dari kartu yang dipegang.
4)              Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5)              Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point.
6)              Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7)              Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut di atas.
·         Keunggulan model pembelajaran Make A Match adalah :
1)            Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
2)            Membutuhkan ketelitian dalam menentukan pasangan jawaban.
3)            Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
4)            Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.
·         Kelemahan model pembelajaran Make A Match adalah :
1)            Jika tidak direncanakan dengan baik maka akan banyak waktu terbuang
2)            Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bisa berpasangan dengan lawan jenisnya
3)            Menggunakan metode ini terus menerus akan menimbulkan kebosanan  
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling tepat, bagaimana guru mengajar suatu materi pelajaran secara terarah, efisien dan sistematis untuk mencapai tujuan belajar. Dengan kondisi yang ada di SDN Girimulyo magelang yang belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai maka model tersebut cocok untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar IPA juga meningkat.

H.    Implementasi Model Make A Match pada Pembelajaran IPA
Pembelajaran Kooperaitf adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Artzt dan Newman ( 1990:448 ) dalam Trianto ( 2009:56 ) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka model kooperatif digunakan oleh penulis sebgai model dalam pelajaran IPA materi alat peredaran darah pada manusia agar dapat meningkatkan aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan bekerja sama dengan teman satu kelas.
Berdasarkan hal tersebut maka metode pembelajaran yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Mactch.     Medel tersebut lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah. Model tersebut, merupakan bentuk model pembelajaran melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan formalisasi. Menurut (Lorna Curran 1994) Make A Match adalah salah satu permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang         cocok sesuai review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.      Setiap peserta didik mendapat satu kartu.
3.      Tiap peserta didik memikirkan jawaban /soal dari kartu yang dipegang.
4.      Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5.      Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point.
6.      Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7.      Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut di atas.
               Model kooperatif tipe Make A Match ini dapat digunakan pada siswa kelas V SDN Pakintelan 02 pada pembelajaran IPA dengan materi alat peredaran darah pada manusia. Sebab dalam pembelajaran belum digunakan model pembelajaran yang menarik, guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional saja sehingga tidak ada daya tarik bagi siswa untuk berkonsentrasi pada pelajaran. Kebiasan guru bertindak sebagai pemberi informasi mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir pada tingkat hafalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Materi yang disampaikan oleh guru belum mengacu pada pembelajaran yang inovatif, selain itu guru kurang komunikatif ketika dalam mengajar untuk meningkatkan keaktifan siswa, lingkungan belajar kurang kondusif dan kurang tertata rapi, serta kurang pemberian motivasi pada anak. Motivasi bisa diberikan melalui hal-hal kecil misalnya saja pemberian  reward atau punishman dari guru yang mengajar. Hal tersebut mengakibatkan respon siswa masih rendah, tidak aktif, kreatif, dan berpikir kritis, dengan kata lain motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah.
               Berdasarkan uraian tersebut maka model kooperatif tipe Make A Match tepat untuk digunakan sebagai alternatif model pembelajarn IPA. Dalam model tersebut siswa akan belajar bekerja sama secara kelompok dan merupakan suatu model pembelajaran melalui permainan untuk mencari pasangan kartu, sehingga suasana didalam kelas akan sedikit riuh tetapi, model tersebut akan sangat menyenangkan.  Di dalam kelas akan tercipta suasana pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran karena siswa tidak lagi memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru tetapi, mereka dapat bekerja secara kooperatif. Dalam sintak model Make A Match diatas dijelaskan bahwa, setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point. Dalam hal ini  reward sangat penting diberikan agar memotivasi siswa sehingga mereka terpacu untuk menjadi yang terbaik. Maka, model tersebut sangat tepat digunakan karena dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA materi alat peredaran darah manusia.

2.      Kajian Empiris
1.      Pengaruh model Make A Match pada pembelajaran IPA kelas V SDN Pandanwangi 04 Malang oleh Dwi Retnowati.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) penerapan model Make A Match, (2) aktivitas belajar siswa ketika diterapkan model Make A Match, (3) hasil belajar siswa setelah diterapkan model Make A Match.
2.      Agus S, S.Pd. (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Model Make A Match Terhadap Materi Pelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Banyusari Sleman” mengungkapkan bahwa :
1.    Keefektifan model Make A Match mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam memahami materi pelajaran IPA dibandingkan dengan metode ceramah.
2.   Antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPA mengalami peningkatan dengan diterapkannya model Make A Match pada proses pembelajaran.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match telah banyak memberikan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dibandingkan metode ceramah sehingga model ini patut kita terapkan dan gunakan dalam pembelajaran. Dan kita harus dapat menentukan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam penerapan model Make A Match  ini, agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Rounded Rectangle: Ø Siswa : kurang aktif dalam mengikuti  pembelajaran, belum ada aktivitas kerja sama dengan kelompok.
Ø Guru : mengadakan pembelajaran dengan metode ceramah atau bercerita, belum memberikan reward dan punishment pada siswa. 
Ø Hasil Belajar: nilai rata-rata mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah belum mencapai Kriteria ketntasan Minimal ( KKM ) yaitu < 65.

3. Kerangka Berpikir









Flowchart: Alternate Process: Kondisi awal






 





                       








Rounded Rectangle: Menggunakan model kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatka aktivitas pembelajaran IPA. Adapun sintak dari model tersebut sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 
7. Demikian seterusnya

Flowchart: Alternate Process:      Tindakan




 




                                               


 
                                               
















Flowchart: Alternate Process: Kondisi akhir

 









3. Hipotesis
Ha  : Rata-rata hasil belajar  IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Make A Match lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah
Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar  IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif  Tipe Make A Match dari rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah.

E. METODE PENELITIAN
1.      Rancangan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini, untuk mencari Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SD N Pakintelan 02 Semarang, maka jenis penelitian ini digolongkan penelitian eksperimen. Pendekatan eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu atau dimanipulasi secara tertentu.
2.      Desain Penelitian Eksperimen
Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design.











Keadaannya sama
 

Prosesnya berbeda
 

Keadaannya di-perbandingkan
 
 












3.      Uji Coba Instrumen
Rencana uji coba pengembangan perangkat dan instrumen menggunakan uji awal dan uji akhir (one group pretest- posttest desain).
Dalam pelaksanaan ujicoba ini pertemuan pertama peneliti memberikan contoh mengajar dengan pembelajaran Make A Match. Untuk pertemuan berikutnya guru mitra dilibatkan sebagai guru yang mensosialisasikan perangkat pembelajaran dan tes hasil belajar (Draf II) dan menyertakan dua orang pengamat. Dari uji coba draf II dilakukan revisi akhir untuk memperoleh draf final. Selanjutnya draf final digunakan untuk eksperimen
a.      Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) dengan siswa yang kurang pandai (belum atau tidak menguasai materi yang ditanyakan). Tahap-tahap perhitungan daya pembeda butir soal adalah:
1.      Para siswa didaftarkan dalam peringkat pada sebuah tabel
2.      Memisahkan 27%-33% nilai siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah (Depdiknas, 2003).
3.      Menghitung daya pembeda butir soal dengan rumus
DP =  (Depdiknas, 2003)
Keterangan:
DP = daya pembeda butir soal
 =nilai rataan kelompok atas
 =nilai rataan kelompok bawah
XM  =  nilai maksimal setiap butir soal

b.      Tingkat Kesukaran Butir Soal
          Untuk mengidentifikasi soal-soal mana yang baik dan mana yang kurang baik atau jelek, dilakukan analisis butir soal, sehingga dapat diketahui tingkat kesukaran dan daya pembeda dari masing-masing soal. Dalam menganalisis tingkat kesukaran soal kita menggunakan asumsi validitas dan reliabilitas, dan juga ada kemungkinan keseimbangan dari tingkat kesulitan tersebut (Panjaitan, 2008). Keseimabang ayang dimaksud adalah adanya soal-soal yang dikategorikan soal mudah, sedang, dan sukar secara profesional (Panjaitan, 2008). Selanjutnya, tingkat kesukaran dapat dipandang sebagai kesanggupan siswa menjawab soal, tidak dapat dilihat dari segi kemampuan guru mendisain soal tersebut. Penentuan indeks kesukaran ditentukan oleh rumus sebagai berikut:
Dengan:
DI     =  Indeks kesukaran butir soal
HG    = Jumlah skor siswa kelompok atas
LG    = Jumlah skor siswa kelompok Bawah
N       = Jumlah pesert a kelompok atas dan kelompok bawah
Kriteria interpretasi tingkat kesukaran (Suherman, 1990)
DI ≤ 27%                  , soal sukar
27% < DI ≤ 73%      , soal sedang
DI > 73%                  , soal mudah

c.       Reliabilitas butir soal
Reliabilitas instrumen tes dihitung untuk mengetahui ketetapan hasil tes. Untuk menghitung reliabilitas perangkat tes ini digunakan rumus yang sesuai dengan bentuk tes uraian (essay), yaitu rumus alpha sebagai berikut:
r11 =
dengan :
r11:       koefisien reliabilitas perangkat tes
            n:       banyaknya item tes
             : jumlah varians skor setiap item tes
             :      varians total      (Arikunto, 1999)
Varians total:   =
Varians masing-masing butir soal: =
Keterangan:
N       = Banyaknya sampel
  = Jumlah total butir skor
Menentukan thitung dengan mensubsitusikan r11 ke rumus:
thitung =  (Sudjana, 1992:380)
Menentukan signifikansi koefisien reliabilitas tes. Kriteria yang harus dipenuhi agar koefisien reliabilitas tes termasuk signifikan adalah jika thitung > ttabel dengan ttabel = t(1-α)(dk) untuk α adalah taraf signifikansi dan dk = N-2
d.      Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dihitung untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara jawaban skor butir soal dengan skor total yang telah ditetapkan. Secara umum, suatu butir soal dikatakan valid apabila memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada suatu item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain sebuah item tes memiliki validitas tinggi jika skor pada item itu mempunyai kesejajaran dengan skor total (Arikunto, 1999). Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item ini digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
rxy =
dengan :
x     =          skor butir soal              
y     =          skor total
rxy    =             koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
N    =          banyaknya siswa yang mengikuti tes (Arikunto, 1999).
4.      Populasi dan Sampel Penelitian
a.       Populasi
Populasi penelitian adalah semua siswa kelas V SDN Pakintelan 2 tahun pelajaran 2012-2013 yang terbagi menjadi 3 kelas dengan karakteristik sama, yaitu kelas Va, Vb, dan Vc dengan jumlah siswa tiap kelas adalah 25 siswa. Jadi semuanya ada 25 x 3 = 75 siswa
b.      Sampel penelitian
Pada penelitian ini populasi terbagi menjadi dalam 3 kelas. Kemudian 3 kelas tersebut diambil 2 kelas secara acak dengan cara undian sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 50 siswa. Satu kelas sebagai kelompok control dan satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang ditentukan melalui pengundian.
c.       Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling

5.      Setting  Penelitian
a.       Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pakintelan 02 Kecamatan Gunugpati, Kota Semarang.
b.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester I dalam materi alat peredaran darah pada manusia tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian berlangsung pada tanggal 28 Agustus tahun 2012 minggu ke-5, yang mencakup tiga tahapan kegiatan secara garis besar, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan.
c.       Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang. Di mana siswa kelas V tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakukan dan kelompok yang tidak diberi perlakuan.

d.      Variabel Penelitian
1.      Aktivitas siswa
Sebelum menggunakan model kooperatif tipe  Make A Match siswa kurang terlibat aktif dalam mengikuti  pembelajaran, belum ada aktivitas kerja sama antar siswa atau kelompok dan pembelajaran kurang menyenangkan.
2.      Guru
Sebelum menggunakan model kooperatif tipe  Make A Match pembelajaran yang terjadi cenderung bersifat monoton, satu arah, kurang komunikatif,  menggunakan metode ceramah atau bercerita serta belum memberikan reward dan punishmen pada siswa pada mata pelajaran IPA.
3.      Hasil Belajar
           Sebelum pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model kooperatif tipe Make A Match, rata-rata hasil belajar IPA semester I kelas V SDN Pakintelan 02 pada kelompok yang tidak diberi perlakuan mencapai Kriteria ketuntasan Minimal ( KKM ) yaitu < 65. Kondisi tersebut menjadikan indikator pada penelitian ini bahwa kemampuan belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Pakintelan 02 adalah rendah.
Berdasarkan kajian awal tersebut, maka perlu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan situasi kelas yang menyenangkan, siswa terlibat aktif dalam belajar, meningkatkan kerja sama antar siswa, terjadinya komunikasi dua arah, serta memotivasi siswa dengan memberikan reward. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran dengan model Kooperatif tipe make a Match pada kelompok yang mendapat perlakuan.
6.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpukan data penelitiannya. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas dalam mengumpukan data. Instrumen penelitian membantu pekerjaan peneliti menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan 4 jenis metode yaitu tes, wawancara, observasi dan dokumentasi.
a.       Interview/wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal drai responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
b.      Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu cara memperoleh data mengenai hal-hal tertentu terutama peninggalan tertulis, arsip-arsip dan sebagaimana yang berkaitan dengan subyek yang diteliti. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum secara terperinci dan metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan siswa yang menjadi subyek dalam penelitian dini, apabila ada kekeliruan dengan data yang sudah diperoleh.
c.       Tes
Teknik tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar IPA, setelah dilaksanakan tindakan. Instrumen tes disusun dan diujicobakan pada siswa di luar objek penelitian, dan dianalisis untuk mengetahui validitas, derajat kesukaran, daya beda, dan reliabilitas, sehingga instrumen soal yang digunakan untuk evaluasi di akhir siklus adalah hanya butir soal yang baik.
Soal tes diujicobakan di luar sampel penelitian dengan maksud untuk tetap menjaga agar hasil ujicoba benar-benar valid, sehingga ketika digunakan pada saat tes setelah pelaksanaan tindakan dihasilkan data yang benar-benar sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran, karena apabila uji coba dilaksanakan pada subjek penelitian, dikhawatirkan mempengaruhi hasil penelitian.

6.     Tahap Pelaksanaan Eksperimen
a.      Prosedur Pelaksanaan Penelitian
          Berdasarkan rancangan penelitian di atas, penelitian ini mencakup tiga tahapan. Ketiga tahapan ini mencakup tahap persiapan, tahap pelaksanaan, eksperimen tahap analisa dan penulisan laporan, sebagai berikut:
b.       Tahap Persiapan
   Tahap persiapan yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, variabel serta revisi para ahli terhadap perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Termasuk survey ke SDN Pakintelan 02 sekaligus melakukan kolaborasi antara peneliti yang melakukan eksperimen dengan pengamat agar memiliki persmaan pandangan dalam melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran.
c.       Tahap Pelaksanaan Eksperimen
          Pada tahap ini dilakukan tes awal, penyajian pembelajaran berbasis masalah pengumpulan data, dan tes akhir. Tes awal bertujuan untuk mengetahui keadaan awal siswa tentang materi fungsi dan fungsi kuadrat. Juga dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa, pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran dan pola jawaban siswa dalam mengerjakan tes yang diberikan.
d.  Tahap Analisis Data dan Penulisan Laporan
         Data yang diperoleh dari hasil eksperimen kemudian dianalisis dengan membandingkan hasil antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, menguji mana yang lebih baik serta menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian semua hasil penelitian ditulis untuk membuat laporan.

7.  Teknik Analisis Data
Berkaitan dengan pertanyaan penelitian, aktivitas siswa dan guru, kemampuan guru mengelola pembelajaran dan respon siswa dianalisis dengan analisis statistik deskriptif. Data tentang hasil belajar dianalisis dengan statistik inferensial.
a.     Analisis Statistik Deskriptif
Agung (1992) menyatakan bahwa statistik deskriptif dapat berbentuk tabel frekuensi, tabel silang, dan beberapa statistik dasar seperti rata-rata, median, modus, dan varians. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan tabel frekuensi, rata-rata, varians, dan persentase. Data yang menggunakan analisis statistik deskriptif adalah:
b.      Data Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan persentase. Persentase pengamatan aktivitas siswa  yaitu frekuensi rata-rata setiap aspek pengamatan dibagi dengan banyaknya frekuensi rata-rata semua aspek pengamatan dikali 100% dengan batas toleransi 5%. 

c.        Data Pola Jawaban Siswa
Untuk melihat pola jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah-masalh yang diberikan.
d.      Menguji Normalitas
Menguji normalitas data menggunakan rumus khi-kuadrat (chi-square)  dari Ruseffendi (1998:294)
Dengan :    = khi-kuadrat
                  fo   = frekuensi dari yang diamati      
                  fe   = frekuensi yang diharapkan
Langkah berikutnya adalah membandingkan 2hitung dengan 2tabel  dengan derajat kebebasan (dk) = J-3. Dalam hal ini J menyatakan banyaknya kelas interval. Jika 2hitung <  2tabel  , maka dapat dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal.



e.       Menguji Homogenitas
Uji ini digunakan untuk menentukan apakah sampel yang diperoleh berasal dari populasi dengan varians yang sama.  Tes yang digunakan untuk menghitung homogenitas mengunakan rumus  dari Ruseffendi (1998:295)
Hipotesis yang akan di uji adalah:
H0 : s12 = s22
HA : s12s22
F =
Dengan:    
 = variansi terbesar
 = variansi terkecil
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya. Dengan dk pembilang = (n1-1) dan dk penyebut = (n2-1)  pada taraf signifikansi α = 0,05
Selanjutnya uji statistik sesuai dengan hipotesis yang diajukan dilakukan berikut:
Peningkatan kemampuan pemahaman konsep IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match lebih baik dari siswa yang diajar dengan Pembelajaran Ceramah
Skor diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah belajar dengan pembelajaran Make A Match dianalisa dengan cara membandingkan dengan skor siswa yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah belajar dengan Pembelajaran Ceramah. Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran secara keseluruhan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain), yang dikembangkan oleh Hake dalam Siregar (2009) sebagai berikut:
Selanjutnya digunakan uji t untuk melihat apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang ada di kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa yang ada di kelompok kontrol. Dimana hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : μ1 = μ2 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match tidak lebih baik dari Pembelajaran Ceramah.
Ha : μ1 > μ2  : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match lebih baik dari Pembelajaran Ceramah.


-       Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji t dengan rumus:
(Sudjana, 2001)
Dengan:
 = nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen
= nilai rata-rata siswa kelompok kontrol
n1 = banyaknya siswa kelompok eksperimen
n2 = banyaknya siswa kelompok kontrol
 = varians kelompok eksperimen
= varians kelompok kontrol
Sgab= simpangan gabungan
-       Jika data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka digunakan uji  (Sudjana, 2001) dengan rumus:
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan
-       Jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan
-       Jika datanya tidak berdistribusi normal tetapi homogen maka uji yang dilakukan adalah uji Wilcoxon (Russefendi, 1998).
    Setelah dilakukan sebuah pengumpulan data dengan 4 metode dapat peneliti analisis bahwa keefektifan pada pembelajaran IPA Kelas V Semester 1 di SD Negeri Pakintelan 2 dengan materi Alat Peredaran Darah  dikarenakan penerapan model pembelajaran kooperatif salah satunya Make A Match. Kebiasan guru bertindak sebagai pemberi informasi mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir pada tingkat hafalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Materi yang disampaikan oleh guru belum mengacu pada pembelajaran yang inovatif, selain itu guru kurang komunikatif ketika dalam mengajar untuk meningkatkan keaktifan siswa, lingkungan belajar kurang kondusif dan kurang tertata rapi, serta kurang pemberian motivasi pada anak. Motivasi bisa diberikan melalui hal-hal kecil misalnya saja pemberian  reward atau punishman dari guru yang mengajar. Hal tersebut mengakibatkan respon siswa masih rendah, tidak aktif, kreatif, dan berpikir kritis, dengan kata lain motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah.
            Berdasarkan uraian tersebut maka model kooperatif tipe Make A Match tepat untuk digunakan sebagai alternatif model pembelajarn IPA. Dalam model tersebut siswa akan belajar bekerja sama secara kelompok dan merupakan suatu model pembelajaran melalui permainan untuk mencari pasangan kartu, sehingga suasana didalam kelas akan sedikit riuh tetapi, model tersebut akan sangat menyenangkan.  Di dalam kelas akan tercipta suasana pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran karena siswa tidak lagi memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru tetapi, mereka dapat bekerja secara kooperatif. Dalam sintak model Make A Match diatas dijelaskan bahwa, setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point. Dalam hal ini  reward sangat penting diberikan agar memotivasi siswa sehingga mereka terpacu untuk menjadi yang terbaik. Maka, model tersebut sangat tepat digunakan karena dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA materi alat peredaran darah manusia.


F.     DAFTAR PUSTAKA

  Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA cv
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya   : Prestasi Pustaka

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=uji coba instrumen penelitian eksperimen&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fblog.























l.jpg

TUGAS KELOMPOK

PROPOSAL PENELITIAN EKSPERIMEN


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan SD 1
Dosen Pengampu: Ibu Florentina Widhihastrini
Rombel 07



Oleh:
1.      Fitria Mustika Dewi                          1401410077 / 08
2.      Tyas Utami                                        1401410079 / 09
3.      Anisa Larasati                                   1401410231 / 22
4.      Rizki Mugi Lestari                            1401410266 / 26
5.      Francisca Putri Rahmawati               1401410384 / 36
6.      Desy Riana Palupi                             1401410408 / 40


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012




I.                   IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru tentang pembelajaran IPA materi sistem peredaran darah di kelas V Semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang, diperoleh beberapa masalah sebagai berikut :
Ø  Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA tentang Alat Peredaran Darah Manusia masih rendah, kebanyakan siswa masih gaduh dan belum siap menghadapi pembelajaran
Ø  Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia kurang baik, guru hanya menggunakan metode pembelajaran ceramah dan belum menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.
Ø  Hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia rendah, banyak siswa mendapat nilai di bawah KKM 70 dan rata-rata kelas hanya mencapai nilai 60.

II.                PEMBATASAN MASALAH
Masalah yang mendominasi dalam pembelajaran IPA di SDN Pakintelan 02 Semarang adalah :
Ø  Lemahnya pemahaman konsep pada siswa karena guru masih menggunakan metode pembelajaran ceramah dan jarang menggunakan alat peraga sehingga siswa kurang tertarik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Maka guru ingin membandingkan metode pembelajaran yang dilakukan selama ini dengan Pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match.












A.    JUDUL PENELITIAN
“ Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang “

B.     RUANG LINGKUP PENELITIAN
Model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match pada pembelajaran IPA materi Alat Peredaran Darah Manusia.

C.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyatakan bahwa: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa , kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Upaya pemerintah tersebut harus ditindak lanjuti sehingga mutu pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA (Sains) di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA. Di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Proses pembelajaran yang tercantum pada peraturan pemerintah di atas sudah baik, karena sudah mengandung gagasan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun kenyataan dilapangan belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Hasil kajian penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di Sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (Sardjono, 2000).  Permasalahan pembelajaran IPA tersebut juga ditemui pada siswa kelas V SD N Pakintelan 02 Semarang. Peran peserta didik tampak belum secara optimal diperlakukan sebagai subyek didik yang memiliki potensi untuk berkembang secara mandiri. Posisi peserta didik masih dalam situasi dan kondisi belajar yang menempatkan siswa dalam keadan pasif, aktivitas belajar mengajar masih didominasi guru dalam menyampaikan informasi yang secara garis besar bahan-bahannya telah tertulis dalam buku paket. Guru jarang menggunakan alat peraga atau media pelajaran IPA sekalipun di sekolah tersedia beberapa alat peraga IPA serta guru tidak terbiasa untuk melibatkan siswa dalam melakukan kegiatan percobaan. Guru kurang memberikan rangsangan berupa pertanyaan pada siswa sebelum penyampaian materi, kurang melatih siswa dalam kegiatan kerja sama dengan kelompok dan kurang memberikan reward pada siswa.  Dalam membahas materi IPA tidak terlihat adanya upaya guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangka. Pengajaran IPA yang diterapkan guru cenderung lebih mengarahkan agar siswa terampil mengerjakan soal-soal tes, akibatnya pemahaman konsep siswa rendah, keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa tidak tumbuh.
            Hal tersebut di atas juga didukung dengan hasil pencapaian nilai mata pelajaran IPA kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang yang masih kurang. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KBM) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahaun dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi (Permendiknas No. 20 Tahun 2007 1-2). Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan SD N Pakintelan 02 Semarang pada mata pelajaran IPA adalah 65. Hasil ulangan IPA kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang menunjukkan hasil yang belum memuaskan walaupun nilai tertinggi mencapai 100, nilai terendah 40 , dan nilai rata-rata siswa 60 dari 27 siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa kelas V di SD N Pakintelan 02 Semarang belum semuanya mencapai ketuntasan KKM yang telah ditetapkan pihak sekolah.
Pembelajaran IPA yang diharapkan adalah yang dapat mengembangkan keterampilan proses, pemahaman konsep, aplikasi konsep, sikap ilmiah siswa, serta mendasarkan kegiatan IPA pada isu-isu yang berkembang di masyarakat (Horsley, et al, 1990:40-42). Kenyataan Pembelajaran IPA yang ada di SD N Pakintelan 02 Semarang belum menggunakan media, strategi dan model pembelajaran yang inovatif. Guru menggunakan media gambar tetapi belum digunakan secara maksimal serta menggunakan buku paket dan LKS yang sama dengan siswa sebagai sumber belajar sehingga pengembangan dalam pembelajaran IPA masih kurang. Hal tersebut mengakibatkan proses pembelajaran tidak menarik dan membosankan. Siswa kurang terlibat dalam proses belajar sehingga kegiatan pembelajaran belum berjalan optimal karena guru hanya mengutamakan penilaian pada ranah kognitif. Seharusnya penilaian individu mencakup tiga ranah yaitu, kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif diharapkan setiap pembelajaran IPA akan lebih menyenangkan. Guru bisa membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil atau menggunakan permainan sehingga siswa bisa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran dan siswa tidak merasa bosan. Dengan bekerja secara kelompok diharapkan siswa dapat belajar bekerjasama dengan orang lain, saling bertukar pikiran dan belajar sambil bermain. Sehingga didalam suatu kelas semua siswa dapat merasa senang dan tertarik dalam setiap pembelajaran IPA karena guru selalu menggunakan model-model yang inovatif.
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran IPA yang diterapkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Model tersebut dirancang untuk mendorong siswa berpartisipasi dalam pembelajaran IPA. Hal tersebut berarti, prinsip pembelajaran IPA adalah proses aktif. Artazt dan Newman ( 1990:448 ) dalam Trianto ( 2009:56 ) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, dengan menggunakan model ini siswa dapat belajar bekerjasama dalam suatu kelompok. Make A Match merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Lorry Curran ( 1994 ) menyatakan bahwa Metode make a match adalah metode pembelajaran aktif untuk mendalami atau melatih materi yang telah dipelajari. Dengan model pembelajarn kooperatif tipe Make A Match kegiatan pembelajaran akan sedikit riuh, tetapi kegiatan tersebut akan sangat menyenangkan dan tidak membosankan. Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin sehingga siswa akan lebih tertantang dan suasana dikelas akan lebih menyenangkan karena guru memberikan reward pada siswa yang dapat menemukan pasangannnya dengan cepat.     
            Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran, membutuhkan ketelitian dalam menentukan pasangan jawaban, kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis, dan munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa. Model pembelajaran Make A Match ini mampu memberikan rasa senang, bergairah, bersemangat dalam mengerjakan tugas, sehingga dapat mengaktifkan siswa pada materi alat peredaran darah pada manusia  di kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang. Keaktifan siswa dalam pembelajaran ini akhirnya berdampak pada keberhasilan belajar siswa tentang materi tersebut.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Momoy Dandelion dengan judul penelitian Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Sukorejo 01 Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan partisipasi dan keaktifan siswa dalam kelas sehingga nilai hasil belajar menjadi lebih meningkat.
Berdasarkan analisis tersebut peneliti membuat gagasan untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran IPA yang ada di SDN Pakintelan 02 Semarang. Peneliti menggunakan model pembelajaran Make A Match sebagai alternatif pemecahan masalah dengan judul “ Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang”. Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diharapakan siswa lebih aktif dan berpartisipas mengikuti proses pembelajaran IPA dikelas sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.      Perumusan Masalah
Apakah pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match lebih efektif daripada pembelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah materi Peredaran Darah Manusia di Kelas V semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang?

3.      Tujuan                       
Untuk mengetahui apakah pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Make A Match lebih efektif daripada pembelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah materi Peredaran Darah Manusia di Kelas V semester 1 SDN Pakintelan 02 Semarang.

4.      Manfaat         
1.      Manfaat Teoritis
a.       Sebagai bahan referensi atau pendukung penelitan selanjutnya.
b.      Menambah kajian tentang hasil penelitian pembelajaran IPA.
c.       Mengembangkan praktik pembelajaran pada mata pelajaran IPA
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi Guru
1)      Dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi guru tentang model Make A Match .
2)      Dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam mengajar.
3)      Dapat meningkatkan profesionalisme dalam proses pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan.
b.      Bagi Siswa
1)      Dengan menggunakan model Make A Match siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar IPA.
2)      Dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
3)      Dapat meningkatkan pemahaman siswa dan menggali potensi-potensi siswa dalam pembelajaran IPA
c.       Bagi Sekolah
1)      Sebagai tolok ukur pengambilan kebijakan dalam rangka perbaikan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sehingga tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat dicapai secara optimal
d.      Bagi Peneliti
1)      Dapat dijadikan sebagai landasan untuk menulis penelitian selanjutnya

D. KAJIAN PUSTAKA
1.      Kajian Teori
A.  Belajar
  Menurut William Brownele (dalam Karso, 1999: 1.22) pada hakekatnya belajar merupakan suatu proses yang bermakna, dan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan pengertian. Hal ini sejalan dengan pendapat L. Thorndike (1874-1949) bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan atau dengan kata lain belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.
Sedangkan Gagne (1977 ; 3) dalam (Trianni, 2004 ; 2) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

B.     Pembelajaran
Pembelajaran adalah membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa (Wina Sanjaya : 2005). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU RI No. 20 : 2003, Bab 1 Pasal 1 ayat 20).
Pembelajaran merupakan jalan yang harus ditempuh oleh seorang pelajar untuk mengerti suatu hal yang sebelumnya tidak diketahui. Seseorang yang melakukan belajar dapat disebut telah mengerti sesuatu hal bila ia juga dapat menerapkan apa yang telah ia pelajari. Keberhasilan belajar akan terjamin apabila ia dapat mengajak para siswanya mengerti suatu masalah melalui tahap proses belajar, karena dengan itu siswa akan memahami hal yang diajarkan.
1.      Prinsip-prinsip Pembelajaran
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran menurut Wina Sanjaya (2005 : 30-32) adalah sebagai berikut :
a.       Berpusat pada siswa
Dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral sebagai subyek belajar.
b.      Belajar dengan melakukan
Belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktifitas dan berbuat (Learning BY Doing).
c.       Mengembangkan kemampuan sosial
Proses pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi juga kemampuan sosial. Proses pembelajaran harus dapat mengembangkan dua sisi ini secara seimbang.
d.      Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi dan Fitrah
Proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi.
e.       Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
Pembelajaran adalah proses berfikir untuk memecahkan masalah. Oleh sebab itu pengetahuan yang diperoleh mestinya dapat dijadikan sebgai alat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
2.      Faktor-faktor Pembelajaran
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran agar berlangsung efektif menurut Wina Sanjaya (2005 : 32-33) yaitu sebagai berikut :
a.       Proses pembelajaran harus memberikan peluang kepada siswa agar mereka secara langsung dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran
b.      Guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksi apa yang telah dilakukannya
c.       Proses pembelajaran harus mempertimbangkan perbedaan individual
d.      Proses pembelajaran harus dapat memupuk kemandirian disamping kerjasama.
Jadi dengan penerapan model pembelajaran tipe Make A Match diharapkan dapat tercipta pembelajaran yang berdasarkan pada PAIKEM dengan memperhatikan prinsip-prinsip dan faktor-faktor dalam pembelajaran.

C.  Hakekat Hasil belajar
Menurut Nana Sudjana hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Cullen, 2003 dalam Fathul Himam, 2004).
Menurut  Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
                         Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak bisa menjadi bisa.
             Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif dan psikomotor.
Uraian dari masing-masing ranah tersebut adalah:
a. Ranah kognitif.
               Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b. Ranah Afektif
                           Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan  yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu  nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
                           Ranah psikomotor meliputi ketrampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih menonjol, namun hasil belajar afektif dan psikomotor juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.
                    Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat dicapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
                              Howard Kingsley membagi 3 macam hasil belajar yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Pendapat ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa  karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut.
                              Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang. Hasil belajar akan tersimpan lama atau bahkan tidak akan hilang selama-lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi, sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. Dengan penggunaan model Make A Match diharapkan kualitas dan aktivitas pembelajaran akan meningkat sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat dan  hasil belajar akan tersimpan lama karena penggunaan model tersebut menyenangkan.

D.    Teori Aktivitas Siswa
     Keaktifan adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran untuk mencapai hasil belajar (Anni, 2004 : 52). Keaktifan adalah keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasinya (Mutohir dkk, 1996 : 4). Menurut Ardhana (2009) keaktifan siswa dapat dilihat dari :
a. Perhatian siswa terhadap penjelasan guru.
b. Kerjasama dalam kelompok.
c. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok ahli.
d. Kemampuan siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok asal.
e. Memberi kesempatan berpendapat pada teman dalam kelompok
f. Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat.
g. Memberi gagasan yang cemerlang.
h. Membuat perencanaan dan pembagian tugas yang matang.
i. Keputusan berdasarkan pertimbangan kelompok lain.
j. Memanfaatkan potensi anggota kelompok.
k. Saling membantu dan menyelesaikan masalah.
        Dari pernyataan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengertian keaktifan secara umum adalah kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga proses evaluasinya untuk mencapai hasil belajar. Sedangkan keaktifan siswa dapat dilihat dari peran aktif siswa secara individu maupun dalam kelompok pada proses pembelajaran. Sehingga penggunaan model Make A Match pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan siswa karena model ini menuntut siswa untuk bekarja sama dengan temannya sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan.
1.      Hakikat Aktivitas Siswa
Aktivitas siswa adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menjawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif, karena siswa lebih berperan dan lebih terbuka serta sensitif dalam kegiatan belajar mengajar.
       
    Indikator aktivitas siswa dapat dilihat dari : pertama, mayoritas siswa beraktivitas dalam pembelajaran; kedua, aktivitas pembelajaran didominasi oleh kegiatan siswa; ketiga, mayoritas siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam LKS melalui pendekatan pembelajaran berdasarkam masalah ( Problem Based Learning)
2. Minat Belajar Siswa
            Secara bahasa minat berarti ”kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu” minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Sardiman A.M berpendapat minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri.
            Minat adalah keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari luar atau dari dalam diri seseorang (Anni, 2004 : 56). Minat adalah keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan aktifitas belajar dalam mencapai tujuan (Mustofa, 2001 : 87).
           Dari pernyataan-pernyataan tersebut penulis setuju dengan poendapat dari  (Anni, 2004 : 56) bahwa pengertian minat yaitu keinginan yang tumbuh karena adanya dorongan dari luar atau dari dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan aktifitas belajar dalam mencapai tujuan. Jadi disini guru harus dapat memotivasi siswa agar mereka tertarik saat mengikuti proses pembelajaran. Memberikan reward dan punishman pada siswa merupakan suatu hal kecil yang dapat memotivasi siswa maka, penggunaan model Make A Match merupakan salah satu model yang dapat diterapkan sebab dalam sintak model ini guru akan memberikan reward pada siswa yang berhasil menemukan pasangannya dengan cepat.

E.     Kajian Materi Pembelajaran IPA
Untuk menanggapi kemajuan era global dan semakin pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kurikulum sains termasuk IPA terus disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Agar tidak tertinggal dan untuk terus menyelaraskan dengan perkembangan jaman maka kita dituntut untuk terus memajukan ilmu pengetahuan tersebut. Sehubungan dengan hal itu, sains memegang peran yang cukup signifikan dalam peningkatan kualitas sumber daya teknologi karena di dalamnya dipelajari berbagai sumber, asal, pemberdayaan serta pemanfaatan teknologi baik yang berasal dari alam maupun rekayasa manusia.
1. Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik & nonmanusia tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
2. Fungsi IPA di Sekolah Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari IPA berfungsi sebagai media untuk menguasai konsep dan manfaat IPA serta memberikan bekal pengetahuan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Tujuan Pembelajaran
                Adapun tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
a.       Untuk menekankan pemahaman tentang pengetahuan dan konsep-konsep IPA yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Untuk membangun imaginasi dan rasa ingin tahu siswa dan agar bisa bersikap positif menanggapi kemajuan sains dan teknologi.
c.       Untuk meningkatkan kompetensi siswa untuk menyelidiki alam sekitarnya, memecahkan masalah dan membuat kesimpulan.
d.      Ikut serta dalam memelihara dan menjaga lingkungan alam.
4. Ruang Lingkup
       Di tingkat sekolah dasar (SD), Ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi dua aspek diantaranya:
a.       Pemahaman konsep dan penerapannya dalam kehidupan.
b.      Penyelidikan atau penelitian, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreatifitas, dan pemecahan masalah, sikap dan nilai ilmiah sebagai kerja ilmiah.
c.       Pemahaman konsep dan penerapannya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk mencapai kesuksesan dalam pembelajaran IPA , guru, siswa, alat peraga adalah faktor penting yang sangat mendukung keberhasilan. Selain itu penggunaan strategi pembelajaran yang relevan atau sesuai dengan materi pembelajaran juga merupakan faktor penunjang untuk bisa memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Oleh sebab itu digunakan model Make A Match sebab model tersebut menekankan pada aktivitas siswa dalam bekerja sama dengan temannya sehingga siswa dituntut untuk berperan aktif dalam pembelajaran. Jadi dengan penggunaan model tersebut maka pembelajaran IPA dapat mencapai kesuksesan akibat peran dari guru, siswa dan strategi pemeblajaran yang sesuai.

F.     Media Pembelajaran
            Pengertian media mengarah pada sesuatu yang mengantar/meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima pesan. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan dalam suatu proses penyajian informasi (AECT Task Force,1977:162) ( dalam Latuheru,1988:11). Robert Heinich dkk (1985:6) mengemukakan definisi medium sebagai sesuatu yang membawa informasi antara sumber (source) dan penerima (receiver) informasi. Masih dari sudut pandang yang sama, Kemp dan Dayton (1985:3), mengemukakan bahwa peran media dalam proses komunikasi adalah sebagai alat pengirim (transfer) yang mentransmisikan pesan dari pengirim (sander) kepada penerima pesan atau informasi (receiver).
            Jerold Kemp (1986) dalam Pribadi (2004:1.4) mengemukakan beberapa faktor yang merupakan karakteristik dari media, antara lain:
a. Kemampuan dalam menyajikan gambar (presentation).
b. Faktor ukuran (size); besar atau kecil.
c. Faktor warna (color): hitam putih atau berwarna.
d. Faktor gerak: diam atau bergerak.
e. Faktor bahasa: tertulis atau lisan.
f. Faktor keterkaitan antara gambar dan suara: gambar saja, suara saja, atau gabungan antara gambar dan suara.
            Selain itu, Jerold Kemp dan Diane K. Dayton (dalam Pribadi,2004:1.5) mengemukakan klasifikasi jenis media sebagai berikut:
a. Media cetak.
b. Media yang dipamerkan (displayed media).
c. Overhead transparency.
d. Rekaman suara.
e. Slide suara dan film strip.
f. Presentasi multi gambar.
g. Video dan film.
h. Pembelajaran berbasis komputer (computer based learning)
           Istilah media disini dilihat dari segi penggunaan, serta faedah dan fungsi khusus dalam kegiatan/proses belajar mengajar, maka yang digunakan adalah media pembelajaran. Media pembelajaran adalah semua alat bantu atau benda yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, dengan maksud untuk menyampaikan pesan (informasi) pembelajaran dari sumber (guru maupun sumber lain) kepada penerima (dalam hal ini anak didik ataupun warga belajar). Pesan (informasi) yang disampaikan melalui media, dalam bentuk isi atau materi pengajaran itu harus dapat diterima oleh penerima pesan (anak didik), dengan menggunakan salah satu ataupun gabungan beberapa alat indera mereka. Bahkan lebih baik lagi bila seluruh alat indera yang dimiliki mampu dapat menerima isi pesan yang disampaikan (Latuheru,1988:13).
            Dari beberapa penjelasan media pembelajaran di atas penulis setuju dengan pendapat (Latuheru,1988:13), bahwa media pembelajaran adalah suatu alat, bahan ataupun berbagai macam komponen yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan dari pemberi pesan kepada penerima pesan untuk memudahkan penerima pesan menerima suatu konsep. Salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA adalah pasangan kartu materi ataupun jawaban yang dapat digunakan dengan model Make A Match.

G.    Metode Mengajar
             “Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud tertentu, cara menyelidiki (mengajar dan sebagainya)”. (W.J.S Poerwadarminta, 1986 : 646). Yang dimaksud dengan metode mengajar menurut T. Raka Joni dalam bukunya “Strategi Belajar Belajar” adalah sebagai berikut : Metode mengajar adalah cara, yang fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan cara-cara yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. (T. Raka Joni, 1980 : 783).
           Model pembelajaran yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
1.      Pengertian Kooperatif
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
2.      Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat.
3.      Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan. Menurut  Lie ( 2004 )     :
a.         Saling ketergantungan positif
         Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling ketergantungan hadiah.
b.        Interaksi tatap muka
       Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah belajarnya dengan teman sebaya.
c.             Akuntabilitas individual
        Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.
d.    Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
        Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru juga siswa lain.
Model pembelajaran Make A Match (mencari pasangan) ini dikembangkan oleh Lorna Curan (1994). Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran termasuk IPA.
Model pembelajaran Make-A Match, merupakan bentuk model pembelajaran dengan melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan formalisasi. Make A Match (Lorna Curran 1994) adalah salah satu permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)              Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok sesuai review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2)              Setiap peserta didik mendapat satu kartu.
3)              Tiap peserta didik memikirkan jawaban /soal dari kartu yang dipegang.
4)              Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5)              Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point.
6)              Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7)              Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut di atas.
·         Keunggulan model pembelajaran Make A Match adalah :
1)            Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran.
2)            Membutuhkan ketelitian dalam menentukan pasangan jawaban.
3)            Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis.
4)            Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa.
·         Kelemahan model pembelajaran Make A Match adalah :
1)            Jika tidak direncanakan dengan baik maka akan banyak waktu terbuang
2)            Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bisa berpasangan dengan lawan jenisnya
3)            Menggunakan metode ini terus menerus akan menimbulkan kebosanan  
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara yang paling tepat, bagaimana guru mengajar suatu materi pelajaran secara terarah, efisien dan sistematis untuk mencapai tujuan belajar. Dengan kondisi yang ada di SDN Girimulyo magelang yang belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai maka model tersebut cocok untuk memperbaiki kualitas pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar IPA juga meningkat.

H.    Implementasi Model Make A Match pada Pembelajaran IPA
Pembelajaran Kooperaitf adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Artzt dan Newman ( 1990:448 ) dalam Trianto ( 2009:56 ) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian maka model kooperatif digunakan oleh penulis sebgai model dalam pelajaran IPA materi alat peredaran darah pada manusia agar dapat meningkatkan aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan bekerja sama dengan teman satu kelas.
Berdasarkan hal tersebut maka metode pembelajaran yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Mactch.     Medel tersebut lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah. Model tersebut, merupakan bentuk model pembelajaran melalui permainan yang sesuai dengan tahap permainan dengan formalisasi. Menurut (Lorna Curran 1994) Make A Match adalah salah satu permainan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang         cocok sesuai review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.      Setiap peserta didik mendapat satu kartu.
3.      Tiap peserta didik memikirkan jawaban /soal dari kartu yang dipegang.
4.      Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5.      Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point.
6.      Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7.      Demikian untuk permainan selanjutnya seperti tersebut di atas.
               Model kooperatif tipe Make A Match ini dapat digunakan pada siswa kelas V SDN Pakintelan 02 pada pembelajaran IPA dengan materi alat peredaran darah pada manusia. Sebab dalam pembelajaran belum digunakan model pembelajaran yang menarik, guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional saja sehingga tidak ada daya tarik bagi siswa untuk berkonsentrasi pada pelajaran. Kebiasan guru bertindak sebagai pemberi informasi mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir pada tingkat hafalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Materi yang disampaikan oleh guru belum mengacu pada pembelajaran yang inovatif, selain itu guru kurang komunikatif ketika dalam mengajar untuk meningkatkan keaktifan siswa, lingkungan belajar kurang kondusif dan kurang tertata rapi, serta kurang pemberian motivasi pada anak. Motivasi bisa diberikan melalui hal-hal kecil misalnya saja pemberian  reward atau punishman dari guru yang mengajar. Hal tersebut mengakibatkan respon siswa masih rendah, tidak aktif, kreatif, dan berpikir kritis, dengan kata lain motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah.
               Berdasarkan uraian tersebut maka model kooperatif tipe Make A Match tepat untuk digunakan sebagai alternatif model pembelajarn IPA. Dalam model tersebut siswa akan belajar bekerja sama secara kelompok dan merupakan suatu model pembelajaran melalui permainan untuk mencari pasangan kartu, sehingga suasana didalam kelas akan sedikit riuh tetapi, model tersebut akan sangat menyenangkan.  Di dalam kelas akan tercipta suasana pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran karena siswa tidak lagi memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru tetapi, mereka dapat bekerja secara kooperatif. Dalam sintak model Make A Match diatas dijelaskan bahwa, setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point. Dalam hal ini  reward sangat penting diberikan agar memotivasi siswa sehingga mereka terpacu untuk menjadi yang terbaik. Maka, model tersebut sangat tepat digunakan karena dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA materi alat peredaran darah manusia.

2.      Kajian Empiris
1.      Pengaruh model Make A Match pada pembelajaran IPA kelas V SDN Pandanwangi 04 Malang oleh Dwi Retnowati.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) penerapan model Make A Match, (2) aktivitas belajar siswa ketika diterapkan model Make A Match, (3) hasil belajar siswa setelah diterapkan model Make A Match.
2.      Agus S, S.Pd. (2010), dalam penelitiannya yang berjudul “Keefektifan Model Make A Match Terhadap Materi Pelajaran IPA Siswa Kelas V SDN Banyusari Sleman” mengungkapkan bahwa :
1.    Keefektifan model Make A Match mampu meningkatkan aktivitas siswa dalam memahami materi pelajaran IPA dibandingkan dengan metode ceramah.
2.   Antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran IPA mengalami peningkatan dengan diterapkannya model Make A Match pada proses pembelajaran.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match telah banyak memberikan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dibandingkan metode ceramah sehingga model ini patut kita terapkan dan gunakan dalam pembelajaran. Dan kita harus dapat menentukan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam penerapan model Make A Match  ini, agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Rounded Rectangle: Ø Siswa : kurang aktif dalam mengikuti  pembelajaran, belum ada aktivitas kerja sama dengan kelompok.
Ø Guru : mengadakan pembelajaran dengan metode ceramah atau bercerita, belum memberikan reward dan punishment pada siswa. 
Ø Hasil Belajar: nilai rata-rata mata pelajaran IPA dengan menggunakan metode ceramah belum mencapai Kriteria ketntasan Minimal ( KKM ) yaitu < 65.

3. Kerangka Berpikir









Flowchart: Alternate Process: Kondisi awal






 





                       








Rounded Rectangle: Menggunakan model kooperatif tipe Make A Match untuk meningkatka aktivitas pembelajaran IPA. Adapun sintak dari model tersebut sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban 
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu 
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang 
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin 
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 
7. Demikian seterusnya

Flowchart: Alternate Process:      Tindakan




 




                                               


 
                                               
















Flowchart: Alternate Process: Kondisi akhir

 









3. Hipotesis
Ha  : Rata-rata hasil belajar  IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Tipe Make A Match lebih baik dari rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah
Ho : Tidak ada perbedaan rata-rata hasil belajar  IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif  Tipe Make A Match dari rata-rata hasil belajar siswa dengan menggunakan metode ceramah.

E. METODE PENELITIAN
1.      Rancangan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini, untuk mencari Keefektifan Model Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pembelajaran IPA Materi Alat Peredaran Darah Manusia Kelas V SD N Pakintelan 02 Semarang, maka jenis penelitian ini digolongkan penelitian eksperimen. Pendekatan eksperimen adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu atau dimanipulasi secara tertentu.
2.      Desain Penelitian Eksperimen
Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-postest control group design.











Keadaannya sama
 

Prosesnya berbeda
 

Keadaannya di-perbandingkan
 
 












3.      Uji Coba Instrumen
Rencana uji coba pengembangan perangkat dan instrumen menggunakan uji awal dan uji akhir (one group pretest- posttest desain).
Dalam pelaksanaan ujicoba ini pertemuan pertama peneliti memberikan contoh mengajar dengan pembelajaran Make A Match. Untuk pertemuan berikutnya guru mitra dilibatkan sebagai guru yang mensosialisasikan perangkat pembelajaran dan tes hasil belajar (Draf II) dan menyertakan dua orang pengamat. Dari uji coba draf II dilakukan revisi akhir untuk memperoleh draf final. Selanjutnya draf final digunakan untuk eksperimen
a.      Daya Pembeda Butir Soal
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu butir soal untuk membedakan siswa yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) dengan siswa yang kurang pandai (belum atau tidak menguasai materi yang ditanyakan). Tahap-tahap perhitungan daya pembeda butir soal adalah:
1.      Para siswa didaftarkan dalam peringkat pada sebuah tabel
2.      Memisahkan 27%-33% nilai siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah (Depdiknas, 2003).
3.      Menghitung daya pembeda butir soal dengan rumus
DP =  (Depdiknas, 2003)
Keterangan:
DP = daya pembeda butir soal
 =nilai rataan kelompok atas
 =nilai rataan kelompok bawah
XM  =  nilai maksimal setiap butir soal

b.      Tingkat Kesukaran Butir Soal
          Untuk mengidentifikasi soal-soal mana yang baik dan mana yang kurang baik atau jelek, dilakukan analisis butir soal, sehingga dapat diketahui tingkat kesukaran dan daya pembeda dari masing-masing soal. Dalam menganalisis tingkat kesukaran soal kita menggunakan asumsi validitas dan reliabilitas, dan juga ada kemungkinan keseimbangan dari tingkat kesulitan tersebut (Panjaitan, 2008). Keseimabang ayang dimaksud adalah adanya soal-soal yang dikategorikan soal mudah, sedang, dan sukar secara profesional (Panjaitan, 2008). Selanjutnya, tingkat kesukaran dapat dipandang sebagai kesanggupan siswa menjawab soal, tidak dapat dilihat dari segi kemampuan guru mendisain soal tersebut. Penentuan indeks kesukaran ditentukan oleh rumus sebagai berikut:
Dengan:
DI     =  Indeks kesukaran butir soal
HG    = Jumlah skor siswa kelompok atas
LG    = Jumlah skor siswa kelompok Bawah
N       = Jumlah pesert a kelompok atas dan kelompok bawah
Kriteria interpretasi tingkat kesukaran (Suherman, 1990)
DI ≤ 27%                  , soal sukar
27% < DI ≤ 73%      , soal sedang
DI > 73%                  , soal mudah

c.       Reliabilitas butir soal
Reliabilitas instrumen tes dihitung untuk mengetahui ketetapan hasil tes. Untuk menghitung reliabilitas perangkat tes ini digunakan rumus yang sesuai dengan bentuk tes uraian (essay), yaitu rumus alpha sebagai berikut:
r11 =
dengan :
r11:       koefisien reliabilitas perangkat tes
            n:       banyaknya item tes
             : jumlah varians skor setiap item tes
             :      varians total      (Arikunto, 1999)
Varians total:   =
Varians masing-masing butir soal: =
Keterangan:
N       = Banyaknya sampel
  = Jumlah total butir skor
Menentukan thitung dengan mensubsitusikan r11 ke rumus:
thitung =  (Sudjana, 1992:380)
Menentukan signifikansi koefisien reliabilitas tes. Kriteria yang harus dipenuhi agar koefisien reliabilitas tes termasuk signifikan adalah jika thitung > ttabel dengan ttabel = t(1-α)(dk) untuk α adalah taraf signifikansi dan dk = N-2
d.      Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dihitung untuk mengetahui seberapa jauh hubungan antara jawaban skor butir soal dengan skor total yang telah ditetapkan. Secara umum, suatu butir soal dikatakan valid apabila memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada suatu item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain sebuah item tes memiliki validitas tinggi jika skor pada item itu mempunyai kesejajaran dengan skor total (Arikunto, 1999). Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi, sehingga untuk mengetahui validitas item ini digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:
rxy =
dengan :
x     =          skor butir soal              
y     =          skor total
rxy    =             koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total
N    =          banyaknya siswa yang mengikuti tes (Arikunto, 1999).
4.      Populasi dan Sampel Penelitian
a.       Populasi
Populasi penelitian adalah semua siswa kelas V SDN Pakintelan 2 tahun pelajaran 2012-2013 yang terbagi menjadi 3 kelas dengan karakteristik sama, yaitu kelas Va, Vb, dan Vc dengan jumlah siswa tiap kelas adalah 25 siswa. Jadi semuanya ada 25 x 3 = 75 siswa
b.      Sampel penelitian
Pada penelitian ini populasi terbagi menjadi dalam 3 kelas. Kemudian 3 kelas tersebut diambil 2 kelas secara acak dengan cara undian sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 50 siswa. Satu kelas sebagai kelompok control dan satu kelas sebagai kelompok eksperimen yang ditentukan melalui pengundian.
c.       Teknik sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling

5.      Setting  Penelitian
a.       Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pakintelan 02 Kecamatan Gunugpati, Kota Semarang.
b.      Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada semester I dalam materi alat peredaran darah pada manusia tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian berlangsung pada tanggal 28 Agustus tahun 2012 minggu ke-5, yang mencakup tiga tahapan kegiatan secara garis besar, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan.
c.       Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN Pakintelan 02 Semarang. Di mana siswa kelas V tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakukan dan kelompok yang tidak diberi perlakuan.

d.      Variabel Penelitian
1.      Aktivitas siswa
Sebelum menggunakan model kooperatif tipe  Make A Match siswa kurang terlibat aktif dalam mengikuti  pembelajaran, belum ada aktivitas kerja sama antar siswa atau kelompok dan pembelajaran kurang menyenangkan.
2.      Guru
Sebelum menggunakan model kooperatif tipe  Make A Match pembelajaran yang terjadi cenderung bersifat monoton, satu arah, kurang komunikatif,  menggunakan metode ceramah atau bercerita serta belum memberikan reward dan punishmen pada siswa pada mata pelajaran IPA.
3.      Hasil Belajar
           Sebelum pelaksanaan penelitian dengan menggunakan model kooperatif tipe Make A Match, rata-rata hasil belajar IPA semester I kelas V SDN Pakintelan 02 pada kelompok yang tidak diberi perlakuan mencapai Kriteria ketuntasan Minimal ( KKM ) yaitu < 65. Kondisi tersebut menjadikan indikator pada penelitian ini bahwa kemampuan belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Pakintelan 02 adalah rendah.
Berdasarkan kajian awal tersebut, maka perlu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan situasi kelas yang menyenangkan, siswa terlibat aktif dalam belajar, meningkatkan kerja sama antar siswa, terjadinya komunikasi dua arah, serta memotivasi siswa dengan memberikan reward. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran dengan model Kooperatif tipe make a Match pada kelompok yang mendapat perlakuan.
6.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpukan data penelitiannya. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas dalam mengumpukan data. Instrumen penelitian membantu pekerjaan peneliti menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan 4 jenis metode yaitu tes, wawancara, observasi dan dokumentasi.
a.       Interview/wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal drai responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
b.      Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu cara memperoleh data mengenai hal-hal tertentu terutama peninggalan tertulis, arsip-arsip dan sebagaimana yang berkaitan dengan subyek yang diteliti. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum secara terperinci dan metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan siswa yang menjadi subyek dalam penelitian dini, apabila ada kekeliruan dengan data yang sudah diperoleh.
c.       Tes
Teknik tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar IPA, setelah dilaksanakan tindakan. Instrumen tes disusun dan diujicobakan pada siswa di luar objek penelitian, dan dianalisis untuk mengetahui validitas, derajat kesukaran, daya beda, dan reliabilitas, sehingga instrumen soal yang digunakan untuk evaluasi di akhir siklus adalah hanya butir soal yang baik.
Soal tes diujicobakan di luar sampel penelitian dengan maksud untuk tetap menjaga agar hasil ujicoba benar-benar valid, sehingga ketika digunakan pada saat tes setelah pelaksanaan tindakan dihasilkan data yang benar-benar sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran, karena apabila uji coba dilaksanakan pada subjek penelitian, dikhawatirkan mempengaruhi hasil penelitian.

6.     Tahap Pelaksanaan Eksperimen
a.      Prosedur Pelaksanaan Penelitian
          Berdasarkan rancangan penelitian di atas, penelitian ini mencakup tiga tahapan. Ketiga tahapan ini mencakup tahap persiapan, tahap pelaksanaan, eksperimen tahap analisa dan penulisan laporan, sebagai berikut:
b.       Tahap Persiapan
   Tahap persiapan yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, variabel serta revisi para ahli terhadap perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Termasuk survey ke SDN Pakintelan 02 sekaligus melakukan kolaborasi antara peneliti yang melakukan eksperimen dengan pengamat agar memiliki persmaan pandangan dalam melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran.
c.       Tahap Pelaksanaan Eksperimen
          Pada tahap ini dilakukan tes awal, penyajian pembelajaran berbasis masalah pengumpulan data, dan tes akhir. Tes awal bertujuan untuk mengetahui keadaan awal siswa tentang materi fungsi dan fungsi kuadrat. Juga dilakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa, pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran dan pola jawaban siswa dalam mengerjakan tes yang diberikan.
d.  Tahap Analisis Data dan Penulisan Laporan
         Data yang diperoleh dari hasil eksperimen kemudian dianalisis dengan membandingkan hasil antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen, menguji mana yang lebih baik serta menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian. Kemudian semua hasil penelitian ditulis untuk membuat laporan.

7.  Teknik Analisis Data
Berkaitan dengan pertanyaan penelitian, aktivitas siswa dan guru, kemampuan guru mengelola pembelajaran dan respon siswa dianalisis dengan analisis statistik deskriptif. Data tentang hasil belajar dianalisis dengan statistik inferensial.
a.     Analisis Statistik Deskriptif
Agung (1992) menyatakan bahwa statistik deskriptif dapat berbentuk tabel frekuensi, tabel silang, dan beberapa statistik dasar seperti rata-rata, median, modus, dan varians. Analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan tabel frekuensi, rata-rata, varians, dan persentase. Data yang menggunakan analisis statistik deskriptif adalah:
b.      Data Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran
Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dianalisis dengan menggunakan persentase. Persentase pengamatan aktivitas siswa  yaitu frekuensi rata-rata setiap aspek pengamatan dibagi dengan banyaknya frekuensi rata-rata semua aspek pengamatan dikali 100% dengan batas toleransi 5%. 

c.        Data Pola Jawaban Siswa
Untuk melihat pola jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah-masalh yang diberikan.
d.      Menguji Normalitas
Menguji normalitas data menggunakan rumus khi-kuadrat (chi-square)  dari Ruseffendi (1998:294)
Dengan :    = khi-kuadrat
                  fo   = frekuensi dari yang diamati      
                  fe   = frekuensi yang diharapkan
Langkah berikutnya adalah membandingkan 2hitung dengan 2tabel  dengan derajat kebebasan (dk) = J-3. Dalam hal ini J menyatakan banyaknya kelas interval. Jika 2hitung <  2tabel  , maka dapat dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal.



e.       Menguji Homogenitas
Uji ini digunakan untuk menentukan apakah sampel yang diperoleh berasal dari populasi dengan varians yang sama.  Tes yang digunakan untuk menghitung homogenitas mengunakan rumus  dari Ruseffendi (1998:295)
Hipotesis yang akan di uji adalah:
H0 : s12 = s22
HA : s12s22
F =
Dengan:    
 = variansi terbesar
 = variansi terkecil
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya. Dengan dk pembilang = (n1-1) dan dk penyebut = (n2-1)  pada taraf signifikansi α = 0,05
Selanjutnya uji statistik sesuai dengan hipotesis yang diajukan dilakukan berikut:
Peningkatan kemampuan pemahaman konsep IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match lebih baik dari siswa yang diajar dengan Pembelajaran Ceramah
Skor diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah belajar dengan pembelajaran Make A Match dianalisa dengan cara membandingkan dengan skor siswa yang diperoleh dari hasil tes siswa sebelum dan setelah belajar dengan Pembelajaran Ceramah. Besarnya peningkatan sebelum dan sesudah pembelajaran secara keseluruhan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain), yang dikembangkan oleh Hake dalam Siregar (2009) sebagai berikut:
Selanjutnya digunakan uji t untuk melihat apakah peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa yang ada di kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan siswa yang ada di kelompok kontrol. Dimana hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : μ1 = μ2 : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match tidak lebih baik dari Pembelajaran Ceramah.
Ha : μ1 > μ2  : Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran Make A Match lebih baik dari Pembelajaran Ceramah.


-       Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji t dengan rumus:
(Sudjana, 2001)
Dengan:
 = nilai rata-rata siswa kelompok eksperimen
= nilai rata-rata siswa kelompok kontrol
n1 = banyaknya siswa kelompok eksperimen
n2 = banyaknya siswa kelompok kontrol
 = varians kelompok eksperimen
= varians kelompok kontrol
Sgab= simpangan gabungan
-       Jika data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka digunakan uji  (Sudjana, 2001) dengan rumus:
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan
-       Jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika  dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan
-       Jika datanya tidak berdistribusi normal tetapi homogen maka uji yang dilakukan adalah uji Wilcoxon (Russefendi, 1998).
    Setelah dilakukan sebuah pengumpulan data dengan 4 metode dapat peneliti analisis bahwa keefektifan pada pembelajaran IPA Kelas V Semester 1 di SD Negeri Pakintelan 2 dengan materi Alat Peredaran Darah  dikarenakan penerapan model pembelajaran kooperatif salah satunya Make A Match. Kebiasan guru bertindak sebagai pemberi informasi mengembangkan budaya belajar yang menerima dengan pengembangan berpikir pada tingkat hafalan. Peserta didik masih kuat kedudukannya sebagai murid yang memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru. Materi yang disampaikan oleh guru belum mengacu pada pembelajaran yang inovatif, selain itu guru kurang komunikatif ketika dalam mengajar untuk meningkatkan keaktifan siswa, lingkungan belajar kurang kondusif dan kurang tertata rapi, serta kurang pemberian motivasi pada anak. Motivasi bisa diberikan melalui hal-hal kecil misalnya saja pemberian  reward atau punishman dari guru yang mengajar. Hal tersebut mengakibatkan respon siswa masih rendah, tidak aktif, kreatif, dan berpikir kritis, dengan kata lain motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPA rendah.
            Berdasarkan uraian tersebut maka model kooperatif tipe Make A Match tepat untuk digunakan sebagai alternatif model pembelajarn IPA. Dalam model tersebut siswa akan belajar bekerja sama secara kelompok dan merupakan suatu model pembelajaran melalui permainan untuk mencari pasangan kartu, sehingga suasana didalam kelas akan sedikit riuh tetapi, model tersebut akan sangat menyenangkan.  Di dalam kelas akan tercipta suasana pembelajaran yang efektif sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran karena siswa tidak lagi memusatkan perhatiannya pada bahan yang disajikan guru tetapi, mereka dapat bekerja secara kooperatif. Dalam sintak model Make A Match diatas dijelaskan bahwa, setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi point. Dalam hal ini  reward sangat penting diberikan agar memotivasi siswa sehingga mereka terpacu untuk menjadi yang terbaik. Maka, model tersebut sangat tepat digunakan karena dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran IPA materi alat peredaran darah manusia.


F.     DAFTAR PUSTAKA

  Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif  Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA cv
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya   : Prestasi Pustaka

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=uji coba instrumen penelitian eksperimen&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCcQFjAA&url=http%3A%2F%2Fblog.























l.jpg

TUGAS KELOMPOK

PROPOSAL PENELITIAN EKSPERIMEN


disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan SD 1
Dosen Pengampu: Ibu Florentina Widhihastrini
Rombel 07



Oleh:
1.      Fitria Mustika Dewi                          1401410077 / 08
2.      Tyas Utami                                        1401410079 / 09
3.      Anisa Larasati                                   1401410231 / 22
4.      Rizki Mugi Lestari                            1401410266 / 26
5.      Francisca Putri Rahmawati               1401410384 / 36
6.      Desy Riana Palupi                             1401410408 / 40


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012


1 komentar: