By muin Arifah
PGSD
UNNES
A.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Karakter
Konsep kurikulum
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, serta
bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Dari berbagai
konsep tentang kurikulum, pada dasarnya konsep kurikulum dapat dibedakan
menjadi empat , yaitu 1) kurikulum sebagai rencana, 2) kurikulum sebagai
proses, 3) kurikulum sebagai hasil, dan 4) kurikulum sebagai sistem.
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional merumuskan kurikulum sebagai
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran,
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
. Dalam makalah ini kurikulum
dipandang sebagai rencana pendidikan atau rencana pembelajaran, seperti yang
dikemukakan oleh Unruh and Unruh (1984), curriculum development is a planning
process “a complex process of assessing
needs, identifying desired learning outcomes, preparing for instruction to
achieve the outcomes, and meting the cultural, social, nd personal needs that
curriculum is to serve”. Konsep kurikulum sebagai rencana, juga diungkapkan
oleh Mac Donald (1995
; 3), yang menyatakan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi
pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Beauchamp juga
lebih menekankan kurikulum sebagai suatu rencana pendidikan atau rencana
pembelajaran. Beauchamp (1995
: 6), menyatakan “A curriculum is a
written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan
for the education of pupils during their enrollment in given school”.
Dalam perencanaan
pendidikan atau pembelajaran dalam suatu kurikulum, yang menjadi fokus adalah
tujuan, dan atau kompetensi yang hendak dicapai, karena itu semua unsur lainnya
dari kurikulum diarahkan pada pencapaian tujuan pada berbagai lingkup
pendidikan.
Kurikulum
dalam makalah ini diartikan sebagai “a plan of instruction”, artinya kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan pembelajaran mengenai kompetensi / tujuan pembelajaran, isi dan bahan pembelajaran, metode pembelajaran, kegiatan belajar,
dan evaluasi pembelajaran, sebagai pedoman peserta didik dalam melakukan
aktivitas belajar, serta pedoman guru
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lingkup pengembangan kurikulum dalam makalah ini mencakup lingkup yang sempit,
yaitu pengembangan kurikulum untuk level sekolah, bidang studi dan level kelas.
Kurikulum berbasis karakter dalam makalah ini diartikan sebagai proses
pengembangan kurikulum untuk
penguatan nilai-nilai karakter atau budi pekerti plus (melibatkan aspek
pengetahuan, perasaan, dan tindakan) peserta didik, dengan
mengangkat materi atau
masalah-masalah yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai, ke dalam topik-topik kurikulum, dan dieksplisitkan, dikaitkan
dengan konteks kehidupan peserta didik sehari-hari, dan
menghubungkannya dengan konsep-konsep yang ada dalam pokok bahasan.
Nilai-nilai karakter
yang dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum dalam makalah ini meliputi aspek (1)
berketuhanan, (2) berketerampilan, (3) berkarya, (4) berkreasi, (5)
berkepribadian, dan (6) berbudaya. Secara rinci indikator-indikator karakter
dalam makalah ini adalah seperti yang
tertera dalam bagan 1 tersebut di atas tentang aspek dan indikator karakter.
Tahap
pengembangan kurikulum berbasis karakter adalah
sebagai berikut : 1) needs assesment,
dengan mengidentifikasi materi atau masalah-masalah yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai yang
ada di masyarakat dan lingkungan peserta didik, khususnya materi atau masalah yang terkait dengan mata pelajaran, menganalisis
kurikulum SD yang saat ini digunakan, 2) merumuskan kompetensi / tujuan
pembelajaran berbasis
karakter, 3) mengembangkan materi / bahan ajar berbasis karakter,
4)
mengembangkan kegiatan belajar berbasis karakter, dan 5) mengembangkan
evaluasi.
Pengembangan
kurikulum berbasis karakter dalam
makalah ini mengacu kepada nilai-nilai karakter yang relevan dengan standar isi dan standar kompetensi lulusan
untuk satuan pendidikan dasar, yang ditetapkan dalam standar pendidikan
nasional.
D. Pengembangaan Pembelajaran
Berbasis Karakter
a. Konsep Pembelajaran Berbasis Karakter
Menurut Abin Syamsudin (2002
: 15), pembelajaran
adalah suatu rangkaian interaksi antara
peserta didik dan guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran
dalam makalah ini diartikan sebagai
interaksi antara peserta didik dan guru, sebagai proses aktif dan dinamis, untuk membantu peserta didik berkembang secara utuh, baik
dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik, dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran dan atau kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran yang
dimaksud dalam makalah ini
adalah pembelajaran berbasis
karakter, dalam pembelajaran di sekolah dasar.
Pembelajaran berbasis karakter dalam makalah ini diartikan sebagai pembelajaran
dengan mengangkat materi atau masalah-masalah yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai, ke dalam suatu proses
pembelajaran dan menghubungkannya dengan konsep-konsep yang ada di kurikulum
dan dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan peserta didik sehari-hari, atau
dapat juga dimulai dari topik atau konsep yang ada di kurikulum kemudian
dihubungkan dengan materi atau masalah-masalah
yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai, dan dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan peserta didik sehari-hari.
Nilai-nilai karakter
yang dimasukkan dalam proses pembelajaran di sekolah dasar dalam makalah ini
meliputi aspek : (1) berketuhanan, (2) berketerampilan, (3) berkarya, (4)
berkreasi, (5) berkepribadian, dan (6) berbudaya. Secara rinci
indikator-indikator karakter dalam makalah ini adalah seperti yang tertera dalam bagan 1 tersebut
di atas tentang aspek dan indikator karakter.
Menurut Akhmad Sudrajat
(2010), alternatif langkah-langkah pembelajaran karakter adalah sebagai
berikut : 1) pendahuluan, 2) kegiatan
inti, yang meliputi 3 tahap yaitu : (a) eksplorasi, (b) elaborasi, (c)
konfirmasi, dan 3) penutup. (Http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com).
Dengan mengadaptasi pendapat dari Akhmad Sudrajat (2010) tentang alternatif
langkah-langkah pembelajaran karakter, tahap pembelajaran berbasis karakter dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1)
Tahap orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan peserta didik secara fisik dan psikis pada posisi
siap untuk melakukan pembelajarannya. Tahap orentasi
dilakukan dengan, (1) penjelasan
tujuan yang harus dicapai baik tujuan yang berhubungan dengan penguasaan
materi pembelajaran
yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan pembelajaran atau karakter yang harus dimiliki peserta didik, (2) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, (3)
menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan pembelajaran terkait
dengan butir karakter yang hendak dikembangkan sesuai silabus / Rencana Program
Pembelajaran.
2)
Tahap eksplorasi.
Pada tahap ini guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dan mengembangkan sikap melalui kegiatan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Kegiatan-kegiatan pada fase ini
dapat berupa : (1) melibatkan peserta
didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik materi yang
dipelajari dari berbagai sumber,(2) menggunakan beragam pendekatan
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar, (3) memfasilitasi
terjadinya interaksi antarpeserta didik, serta peserta didik dengan guru,
lingkungan dan sumber belajar lainnya, (4) melibatkan peserta didik secara
aktif dalam pembelajaran, (5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan
di laboratorium, studio, atau lapangan.
3)
Tahap elaborasi
Pada tahap ini
peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan
pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta
didik lebih mendalam. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini dapat
berupa : 1) membiasakan
peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna, 2) memfasilitasi peserta
didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara
lisan maupun tertulis, 3) memberi
kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut, 4) memfasilitasi peserta didik dalam
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif, 5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar, 6) memfasilitasi peserta didik membuat
laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok, 7)
memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun
kelompok, 8) memfasilitasi peserta didik melakukan
pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan, 9) memfasilitasi
peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta
didik.
4) Tahap
Konfirmasi
Pada
tahap ini peserta didik memperoleh umpan balik atas kebenaran, kelayakan, atau
keberterimaan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh .
Kegiatan –kegiatan dalam tahap ini dapat berupa : 1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik, 2) memberikan konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai
sumber, 3) memfasilitasi peserta didik
melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar
yang telah dilakukan, 4) memfasilitasi
peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara
lain dengan guru: (a) berfungsi sebagai
narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta
didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan
benar, (b) membantu menyelesaikan
masalah, (c) memberi acuan
agar peserta didik dapat melakukan
pengecekan hasil eksplorasi, (d)
memberi informasi untuk bereksplorasi
lebih jauh, (e) memberikan
motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum
berpartisipasi aktif.
5)
Tahap
evaluasi.
Pada tahap ini dilaksanakan refleksi dan evaluasi terhadap pembelajaran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
pada tahap evaluasi ini dapat berupa : 1) guru bersama peserta didik dan /atau
sendiri membuat rangkuman / simpulan pelajaran, 2) melakukan evaluasi, 3)
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, 4) merencanakan
kegiatan tindak lanjut.
b. Pembelajaran menurut Paradigma
Humanisme-Konstruktivisme
Pengembangan kurikulum dan
Pembelajaran berbasis karakter dalam makalah ini berlandaskan pada paradigma
humanisme-konstruktivisme.
(1) Pembelajaran menurut Paradigma
Humanisme.
Salah satu tokoh teori belajar
Humanisme adalah Carl Ransom Rogers. Ide dan konsep teorinya banyak dipengaruhi
oleh teori kebutuhan Abraham H. Maslow.Menurut teori
kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang
tersusun secara berjenjang, mulai dari kebutuhan yang paling rendah tetapi
mendasar (physiological needs) sampai pada jenjang paling tinggi (self
actualization). Setiap individu mempunyai keinginan untuk mengaktualisasi
diri, yang oleh Carl R. Rogers disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to
becoming a person). Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi
dirinya sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti
dirinya sendiri, menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah
yang dihadapinya. Itulah sebabnya, dalam proses pembelajaran hendaknya
diciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif
mengaktualisasi dirinya.
Aktualisasi
diri merupakan suatu proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat
dan potensi-potensi psikologis yang unik. Proses aktualisasi diri seseorang
berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya, karena setiap
individu dilahirkan disertai potensi tumbuh kembang baik secara fisik maupun
psikis masing-masing. Proses tumbuh kembang pada setiap individu mengikuti
tahapan, arah, irama, dan tempo perkembangan yang berbeda. (Nabisi Lapono, dkk,
2009 : 35).
Menurut teori Humanisme, pembelajaran didasarkan pada
pemikiran bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upayanya
memenuhi kebutuhan hidupnya untuk dapat aktualisasi diri. Dalam proses
pembelajaran, kebutuhan-kebutuhan tersebut perlu diperhatikan agar peserta
didik dapat berkembang secara optimal, dengan memberikan layanan pembelajaran
yang disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan peserta didik, sehingga
peserta didik dapat mencapai aktualiasi diri.
Pada masa sekolah
individu berada dalam proses tumbuh kembang ke arah penemuan jati diri. Oleh
sebab itu, melalui pembelajaran Humanisme peserta didik memperoleh kesempatan
membangun dasar-dasar bagi keterbentukan jati diri yang sesuai dengan
karakteristik budaya di mana mereka hidup. Diharapkan melalui pembelajaran
Humanisme, peserta didik dapat tumbuh kembang menjadi individu yang penuh
kepercayaan diri yang memiliki sifat-sifat antara lain: (a) bersikap terbuka
dalam menerima semua pengalaman dan mengembangkannya menjadi persepsi atau
pengetahuan yang baru dan selalu diperbaharui; (b) Percaya diri sehingga dapat
berperilaku secara tepat dalam menghadapi segala sesuatu; (c) Berperasaan bebas
tanpa merasa terpaksa dalam melakukan segala sesuatu tanpa mengharapkan atau
tergantung pada bantuan orang lain; (d) Kreatif dalam mencari pemecahan masalah atau
dalam melakukan tugas yang dihadapinya.
Pembelajaran menurut paradigma
Humanisme adalah pembelajaran yang mampu membantu anak untuk mencapai
aktualisasi diri, sebagai wujud karakternya yang membedakan dengan individu
lainnya, dengan memberikan layanan pembelajaran yang disesuaikan dengan
perkembangan dan karakteristik anak.
(2) Pembelajaran menurut Paradigma
Konstruktivisme
Menurut paradigma
konstruktivisme, belajar lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan
konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana
kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif peserta didik untuk membangun pengetahuannya. Belajar
bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog,
penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan
untuk memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin
sempurna.
Menurut paradigma
konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah,
mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal
prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran
lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan,
investigasi, hipotesis, dan model-model yang dibangkitkan oleh peserta didik
sendiri. Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas
konstruktivisme, yaitu (1) meletakkan permasalahan yang relevan dengan
kebutuhan peserta didik, (2) menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep
utama, (3) menghargai pandangan peserta didik, (4) materi pembelajaran
menyesuaikan terhadap kebutuhan peserta didik, (5) menilai pembelajaran secara
kontekstual.
Pembelajaran
dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang sebelumnya sehingga menimbulkan struktur pengetahuan
yang baru. Menurut paradigma
konstruktivistik, pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu peserta didik
dalam menginternalisasi membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Menurut paradigma konstruktisme, keaktifan peserta didik menjadi syarat
utama dalam pembelajaran konstruktiv. Peranan guru hanya sebagai fasilitator
atau pencipta kondisi belajar yang memungkinkan peserta didik secara aktif
mencari sendiri informasi, mengasimilasi dan mengadaptasi sendiri informasi,
dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan yang baru berdasarkan pengetahuan
yang telah dimiliki masing-masing.
Setiap
individu memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi kembali pengalaman atau
pengetahuan yang telah dimilikinya. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa
pembelajaran konstruktivisme merupakan satu teknik pembelajaran yang melibatkan
peserta didik untuk membina sendiri secara aktif pengetahuan dengan menggunakan
pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka masing-masing. Peserta didik akan
mengaitkan materi pembelajaran baru dengan materi pembelajaran lama yang telah
ada.
Guru harus
dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa setiap siswanya dalam keadaan aktif
belajar. Untuk itu guru harus menegur dan memotivasi para siswanya yang kurang
bergairah, membimbing dan membantu siswa yang mengalami kesulitan dengan penuh
kasih sayang serta memberi tugas yang menantang bagi para siswa yang lebih
cepat.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1.
Kurikulum berbasis karakter merupakan proses pengembangan
kurikulum untuk penguatan
nilai-nilai karakter atau budi pekerti plus (melibatkan aspek pengetahuan,
perasaan, dan tindakan) peserta didik, dengan mengangkat materi atau
masalah-masalah yang berkaitan dengan norma
atau nilai-nilai, ke dalam topik-topik kurikulum, dan dieksplisitkan, dikaitkan
dengan konteks kehidupan peserta didik sehari-hari, dan
menghubungkannya dengan konsep-konsep yang ada dalam pokok bahasan.
Nilai-nilai karakter yang perlu dimasukkan dalam
proses pengembangan kurikulum berbasis
karakter di sekolah dasar meliputi aspek (1) berketuhanan, (2) berketerampilan,
(3) berkarya, (4) berkreasi, (5) berkepribadian, dan (6) berbudaya.
Tahap pengembangan
kurikulum berbasis karakter di sekolah dasar, adalah sebagai
berikut : 1) needs assesment, dengan
mengidentifikasi materi atau masalah-masalah
yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai yang
ada di masyarakat dan lingkungan peserta didik, khususnya materi atau masalah yang terkait dengan mata pelajaran, menganalisis
kurikulum SD yang saat ini digunakan, 2) merumuskan kompetensi / tujuan
pembelajaran berbasis
karakter, 3) mengembangkan materi / bahan ajar berbasis karakter,
4)
mengembangkan kegiatan belajar berbasis karakter, dan 5) mengembangkan
evaluasi.
2.
Pembelajaran berbasis karakter
adalah pembelajaran dengan mengangkat materi atau
masalah-masalah yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai, ke dalam suatu proses
pembelajaran dan menghubungkannya dengan konsep-konsep yang ada di kurikulum
dan dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan peserta didik sehari-hari, atau
dapat juga dimulai dari topik atau konsep yang ada di kurikulum kemudian
dihubungkan dengan materi atau masalah-masalah
yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai, dan dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan peserta didik sehari-hari.
Nilai-nilai karakter yang perlu dimasukkan dalam
proses pembelajaran di sekolah dasar meliputi aspek : (1) berketuhanan, (2)
berketerampilan, (3) berkarya, (4) berkreasi, (5) berkepribadian, dan (6)
berbudaya.
Tahap
pembelajaran berbasis karakter
di sekolah dasar mencakup : (1) tahap orientasi, (2)
tahap eksplorasi, (3) tahap elaborasi, (4) tahap
konfirmasi, dan (5) tahap
evaluasi.
B.
SARAN-SARAN
1.
Pengembangan kurikulum berbasis karakter
tetap harus mengacu kepada nilai-nilai karakter yang relevan dengan standar isi dan standar kompetensi lulusan
untuk satuan pendidikan dasar, yang ditetapkan dalam standar pendidikan
nasional.
2.
Kurikulum berbasis karakter merupakan alternatif inovasi yang perlu
diterapkan dan dikembangkan di sekolah dasar, sebagai upaya untuk memperkuat
karakter peserta didik, meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan di
sekolah dasar, khususnya untuk
memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan karakter,
dalam upaya mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
3.
Pembelajaran berbasis karakter merupakan model pembelajaran yang
berlandaskan pada paradigma humanisme-konstruktivisme, yang sangat cocok dan
relevan dikembangkan di sekolah dasar, dalam upaya menghasilkan peserta didik
yang cerdas dan berkarakter kuat.
4.
Untuk melaksanakan kurikulum dan pembelajaran berbasis karakter di sekolah
dasar, diperlukan sarana dan perangkat penunjang yang cukup memadai, serta
pengembangan bahan ajar berbasis karakter.
kalau boleh tau sumber bukunya apa kak ???
BalasHapus